Objektivitas Kepewartaan Warga

Setiap pewarta merekam peristiwa melalui segi atau sudut pandangnya sendiri-sendiri. Meski objek pewartaan sama, seluruh hasil pewartaan tidak ada yang sama. Lalu, di mana konsep objektivitas diletakkan dalam dunia pewartaan?

Dalam dunia pewartaan, objektivitas itu bersifat dinamis. Awalnya, pewartaan dianggap objektif bila si pewarta bertindak sebagai penonton dari berita yang diliput. Pewarta tidak diperbolehkan berpihak dalam mengumpulkan dan menyajikan fakta. Pewarta adalah pengamat yang netral. Objektivitas diraih lewat liputan yang berimbang, tidak berat sebelah, dan akurat.

Pemahaman di atas menuai banyak gugatan di era 1950an. Banyak pewarta yang melihat unsur adil sebagai prinsip yang lebih penting. Para pewarta memilih standar kejujuran dibanding sekadar pembawa berita. Berimbang maupun tidak berat sebelah adalah metode, bukan tujuan. Keseimbangan bisa menimbulkan distorsi apabila dianggap sebagai tujuan. Objektivitas bisa kabur di tengah liputan yang berimbang.

Objektivitas dalam dunia pewartaan warga lebih menekankan pilihan kedua, yaitu sisi keadilan berita. Menurut Ishwara (2005: 44) keadilan dalam kepewartaan akan terpenuhi, apabila (1) berita itu lengkap, pewarta tidak diperkenankan mengabaikan fakta yang penting, (2) berita harus sesuai, pewarta tidak boleh memasukan informasi yang tidak sesuai, (3) berita harus jujur, pewarta tidak adil bila secara sadar maupun tidak membimbing pembaca ke arah yang salah atau menipu, dan (4) berita harus lugas dan terus-terang, berita menjadi tidak adil apabila pewarta menyembunyikan prasangka atau emosinya di balik kata-kata halus yang justru mengaburkan makna yang sesungguhnya.

Sebagai contoh, ada seorang warga menuliskan tentang buruknya layanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di desanya. Warga itu menulis petugas medis sering tidak berada di kantor sehingga warga tidak bisa terlayani. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, warga tidak melakukan wawancara dengan petugas medis. Warga hanya menulis kesaksian-kesaksian dari warga, termasuk dirinya.

Apakah berita yang dibuat warga di atas bisa disebut objektif? Pembaca yang arif tidak akan menuntut si warga agar mengemas beritanya seperti pewarta pada media arus utama. Alasannya, pewarta warga memiliki banyak keterbatasan dibanding pewarta media arus utama, baik dari segi peralatan, pengetahuan, maupun kemampuan menembuas narasumber. Pembaca justru menempatkan diri sebagai sesama warga yang berkewajiban untuk melengkapi kelemahan dari tulisan tersebut.

Pembaca yang mengetahui bagaimana layanan jaminan kesehatan untuk warga miskin akan melengkapi tulisan dengan menceritakan bagaimana cara warga miskin bisa mendapat layanan kesehatan secara gratis. Bagi warga yang memiliki layanan kesehatan yang bagus dapat menceritakan bagaimana langkah yang dilakukan oleh desanya untuk memberikan layanan kesehatan yang bagus. Pihak dinas kesehatan juga bisa memberikan penjelasan secara langsung di ruang komentar.

Itulah uniknya pewartaan warga. Pembaca dapat terlibat aktif dalam pengelolaan informasi hingga kenyataan yang sesungguhnya didapatkan. Objektivitas pewartaan bersifat fungsional, objektivitas terus berubah mengikuti dinamika peristiwa. Menutip pendapat Kovach dan Rosenstiel (2005), kebenaran senantiasa bisa diperbaiki. Seorang terdakwa bisa dibebaskan karena tak terbukti salah. Hakim bisa keliru. Pelajaran sejarah, fisika, biologi, bisa salah, bahkan hukum-hukum ilmu alam sekalipun bisa direvisi.

Kebenaran dalam pewartaan warga terbentuk secara bertahap dan dinamis. Pada peliputan peristiwa tabrakan lalu-lintas, seorang pewarta memberitakan kecelakaan itu dengan menceritakan di mana kejadiannya, jam berapa, apa jenis kendaraannya, nomor polisi berapa, dan bagaimana kondisi korbannya. Hari berikutnya  berita itu mungkin ditanggapi oleh pihak lain, misalnya polisi, keluarga korban, dan pembaca umum. Bisa muncul koreksi, bisa juga ada tambahan penjelasan.

Kebenaran dibentuk hari demi hari, lapisan demi lapisan, seperti stalagmit. Tetes demi tetes, kebenaran akan terlihat nyata. Tapi dari kebenaran sehari-hari inilah terbentuk bangunan kebenaran yang lebih lengkap. Setiap orang berhak melengkapi fakta, dan data yang belum dituliskan sebelumnya. Siapapun dapat menjadi bagian dari kerja pengelolaan informasi. Inilah fase yang disebut sebagai demokrasi informasi yang sesungguhnya.

Pemeriksaan Data Inti Objektivitas

Menurut Kovach dan Rosenstiel (Harsono, 2001) pemeriksaan atau verifikasi merupakan inti dunia pewartaan. Kegiatan pemeriksaan disandarkan pada lima prinsip, yaitu (1) jangan menambah atau mengarang apa pun; (2) jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar; (3) bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam melakukan peliputan; (4) bersandarlah terutama pada peliputan Anda sendiri; dan (5) bersikaplah rendah hati.

Keduanya menawarkan empat metode dalam melakukan pemeriksaan. Pertama, penyuntingan secara skeptis. Penyuntingan harus dilakukan baris demi baris, kalimat demi kalimat, dengan sikap skeptis. Banyak pertanyaan, banyak gugatan.

Kedua, memeriksa ketepatan atau akurasi. Ada tujuh pertanyaan yang dapat membantu pewarta dalam memeriksa ketepatan tulisan mereka, yaitu:

1. Apakah teras berita Anda sudah didukung dengan data-data penunjang yang cukup?

2. Apakah Anda sudah meminta orang lain yang diminta mengecek ulang, menghubungi atau menelepon semua nomor telepon, semua alamat, atau situs web yang ada dalam laporan tersebut?; Bagaimana dengan penulisan nama dan jabatan?

3. Apakah materi latar belakang guna memahami laporan ini sudah lengkap?

4. Apakah semua pihak yang ada dalam laporan sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberi hak untuk bicara?

5. Apakah laporan itu berpihak atau membuat penghakiman yang mungkin halus terhadap salah satu pihak? Siapa orang yang kira-kira tak suka dengan laporan itu lebih dari batas yang wajar?

6. Apa ada yang kurang?

7. Apakah semua kutipan akurat dan diberi keterangan dari sumber yang memang mengatakannya? Apakah kutipan-kutipan itu mencerminkan pendapat dari yang bersangkutan?

Ketiga, jangan berasumsi. Jangan percaya pada sumber-sumber resmi begitu saja. Pewarta harus mendekat pada sumber-sumber utama sedekat mungkin. Buatlah tiga lingkaran yang konsentris. Lingkaran paling luar berisi data-data sekunder, terutama kliping media lain. Lingkaran yang lebih kecil adalah dokumen-dokumen misalnya laporan pengadilan, laporan polisi, laporan keuangan dan sebagainya. Lingkaran terdalam adalah saksi mata.

Keempat, periksalah fakta menggunakan pensil berwarna. Setiap warna pensil menandai tingkat ketepatan fakta dalam tulisan Anda. Periksalah baris per baris, kalimat per kalimat secara teliti.

Yossy Suparyo, Staf Manajemen Pengetahuan COMBINE Resource Institution

Unduh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud