Menyusun Naskah (Script)

[-lead-]oleh Combine Resource Institution

Tujuan
Membangun keterampilan pengelola radio komunitas tentang penyusunan naskah siaran.

Naskah Siaran (script) adalah materi siaran yang akan disampaikan penyiar dalam bersiaran, terutama siaran dengan teknik “membaca naskah”. Penyiar yang menyampikan siaran secara ad libitum  tentu tidak memerlukan naskah, kecuali sedikit catatan tentang pokok-pokok materi (pointers)  yang akan dibicarakannya.
Selain berfungsi sebagai materi atau bahan siaran, script juga berfungsi sebagai pengendalian siaran agar tepat waktu dan sesuai visi-misi program, penyeragaman tata bahasa bagi penyiar (standarisasi kata), dan pembentuk image  radio di benak pendengar.[-/lead-]
Penulisan naskah siaran harus diiringi kesadaran penuh bahwa naskahitu akan dibacakan penyiar namun harus terdengar seolah-olah penyiar “tidak membaca”’ tapi “berbicara”, dan dikonsumsi oleh “telinga”. Dengan kata lain, penulisan naskah radio adalah “,menulis untuk telinga”, “layak dengar” (hearable), bukan untuk mata atau dibaca (readable), dan karenanya harus mudah dibaca oleh penyiar dan dimengerti oleh pendengar.
Untuk mencapai hal itu,penulis naskah siaran hendaknya memperhatikan tiga hal utama berikut ini :

  1. Bahasa Tutur : gunakan bahasa tutur (spoken language, conversational language ), yakni bahasa percakapan, informal, atau kata-kata dan kalimat yang biasa dikemukakan dalam onrolan sehari-hari.
  2. KISS-Keep It Simple and Short. Gunakan kata-kata dan kalimat yang sederhana dan singkat sehingga mudah dimengerti. Kalimat panjang, selain menyuliktkan pengucapan oleh penyiar, juga biasanya sulit dicerna. Sebaliknya, kalimat pendek akan mudah diucapkan penyiar dan dipahami pendengar.
  3. ELP-Easy Listening Formula. Gunakan “rumus enak didengar”, yaitu susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama. Naskah siaran haruslah “sekali ucap langsung dimengerti”.


Ingat…!!!!! Susun Kalimat SEDERHANA dan Pendek
Itu rumus terbaik bagi penulisan naskah radio.
Prinsip Penulisan
Prinsip penulisan naskah siaran diformulasikan dalam rumus sederhana:

“WRITE THE WAY YOU TALK”

Artinya, “tuliskan sebagaimana cara Anda mengatakannya”. Dengan kata lain, menulis naskah radio adalah menulis untuk “berbicara”, bukan membaca atau menatap;  sekali lagi yang perlu diperhatikan adalah menulis untuk TELINGA, bukan untuk MATA.  Berdasarkan prinsip itu, maka naskah siaran haruslah :
1. Layak baca dan disampaikan secara tutur. Karena itu, sebaiknya ucapkan dulu sebelum  menuliskannya. Tulislah sebagaimana ingin mendengarkannya atau sebagaimana ingin menyampaikannya kepada teman. Contoh, kita tidak menulis pukul 23.30 WIB,tapi tulis jam setengah 12 malam. Contoh lain : Bukan kita tulis Partai Berani Kalah (PBK) tetapi kita tulis Partai Berani kalah atau P-B-K. hal yang perlu kita perhatikan adalah bahwa pendengar tidak bisa melihat soal kata dalam kurung.
2. Bersifat langsung, yaitu komunikasi langsung antar penyiar di studio dengan pendengar radio.
3. Sekali baca selesai atau sekali ucap langsung dimengerti. Pendengar harus mampu memahami apa yang ingin penyiar sampaikan, inti cerita, sehingga pendengar  langsung dapat menerimanya.
4. Bersifat personal. Radio adalah alat komunikasi yang sifatnya pribadi. Kita harus menyampaikan berita kita kepada “satu individu” tanpa membuat mereka merasa sebagai bagian dari sekian banyaknya pendengar. Naskah hendaknya menghindari tulisan bergaya teks pidato, namun menciptakan suasana akrab dan bersahabat.
5. Menyadari yang keluar hanya suara. Maka bacalah naskah (script) dengan keras dan jelas untuk meyakinkan bahwa suara yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, yaitu ringkas, mudah dibaca, langsung pada intinya, alami atau wajar sebagaimana percakapan sehari-hari.

Karakteristik Naskah
Naskah siaran harus memenuhi karakteristik sebagai berikut :
1. Jelas. Kejelasan menempati prioritas utama dalam penulisan naskah. Kata dan kalimat yang disusun harus “sekali ucap langsung dimengerti”. Penyiar hanya memiliki satu kesempatan untuk berkomunikasi dengan pendengar. Pembaca Koran dapat membaca artikel secara berulang-ulang sampai dapat memahami intinya secara jelas. Di radio, pendengar hanya memiliki satu kesempatan untuk memahami sebuah pesan.

2. Ringkas. Satu ide untuk satu kalimat. Naskah harus disusun dengan kalimat-kalimat ringkas sebagaimana kalimat yang biasa diucapkan saat bercakap-cakap. Dua kalimat pendek lebih baik dari pada satu kalimat panjang. Jika perlu, tulislah dalam frasa-frasa pendek, jangan dalam kalimat lengkap. Kalimat panjang selain sulit dicerna pendengar, juga bisa menyulitkan penyiar dalam menyampaikannya, misalnya soal pengaturan nafas dan intonasi.

3. Sederhana. Kata-kata yang digunakan harus sederhana, umum digunakan dalam percakapan keseharian, tidak rumit, atau tidak teknis-ilmiah yang kurang dikenal di kalangan awam. Sekuat mungkin hindari istilah asing, gaya bahasa birokrasi, bahasa hokum atau jargon. Misalnya, gunakan “WC” bukan “gunakan sanitasi sarana perkotaan”

4. Aktif. Gunakan kalimat aktif, bukan pasif. Contoh : Tulislah: “mahasiswa memprotes dosen”  bukan : “dosen diprotes mahasiswa”.

5. Imajinatif. Naskah harus mampu mengembangkan imajinasi pendengar hanya dengan kekuatan kata-kata, suara, dan dukungan musik. Karena itu, gunakan pancaindera, hadirkan gambaan, bau, atmosfer suasana, hal-hal yang terasa, dan lintasan-lintasan pemikiran yang muncul di lokasi. Buatlah gambaran, misalnya dengan mendeskripsikan warna, ukuran, bentuk, dan detil-detil yang relevan.

6. Hindari Akronim. Kalaupun harus menggunakannya, beri keterangan sesudah atau sebelum dikemukakan. Misalnya……., “….karyawan P-T Dirgantara Indonesia atau P-T-D-I”,  atau …..,  “…….Pemerintah Daerah Lombok  Barat akan meningkatkan P-A-D atau Pendapatan Asli Daerah.

7. Pembulatan Angka. Informasi radio sifatnya global, tidak detil, karenanya angka-angka sebaiknya dibulatkan, misalnya 1.052 menjadi “ seribu lebih”.

8. Global. Hindari sedapat mungkin detail  yang tidak perlu, sederhanakan fakta. Misalnya “SK No. 002/C.K/B/XI/2004 tanggal 20 Maret 2004” cukup dikatakan “Surat Keputusan tertanggal 20 Maret 2004”

9. Logis. Hindari susunan kalimat yang terbalik. Susunan kalimat yang baik mengikuti kaidah SPOK- Subyek, Predikat, Obyek, dan Keterangan. Contohnya : Karena gaji P-N-S naik menyebabkan meningaktnya harga-harga kebutuhan pokok.
Akan lebih baik jiak dituliskan : Kenaikan gaji P-N-S menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat.

10. Bercerita. Gunakan kalimat tidak langsung atau hindari penggunaan kalimat langsung. Naskah harus “bercerita”, yakni “menceritakan” orang berbicara apa, dimana, bagaimana, kenapa, dan sebagainya. Contohnya : “saya tidak mau berkomentar, takut orang salah persepsi”, tegasnya. Diubah penulisannya menjadi “ia tidak mau berkomentar karena taku menimbulkan salah persepsi”.

11. Sign-Posting. Gunakan tanda-tanda  baca (punctuation) dalam kalimat untuk membantu penyiar dalam membacanya (spoken reading), seperti tanda-tanda pemenggalan kalimat dan ejaan:

  • Garis miring (/) untuk menggantikan koma, garis miring ganda (//) untuk menggantikan titik, dan garis miring tiga (///) sebagai penanda akhir naskah. Tetapi harap diingat, penggunaan punctuation ini tidak mutlak. Penulis naskah dan penyiar harus melihatnya sebagai alat Bantu semata.
  • Tanda pisah (dash) untuk menonjolkan sebuah nama atau kata keterangan. Contoh:  Direktur PT. Kereta Api- Omar Bertho- mengakui……;
  • Tanda sengkang, penghubung, atau strip (-) untuk membantu penyiar mengeja sebuah singkatan. Misalnya : M-P-R, M-U-I,……dsb


Teknis Penulisan Kata dan Kalimat

Secara garis besar, naslah siarn terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Bagian awal berfungsi menarik perhatian pendengar dan menunjukkan kepentinagn indformasi. Kalimat pembuka harus menarik perhatian pendengar kea rah masalah yang akan diceritakan.
Bagian tengah berisi detil atau menerangkan informasi. Bagian akhir harus meninggalkan kesan yang kuat, bisa berupa kesimpulan atau pertanyaan tanpa jawaban.

A. Penggunanan Huruf
Gunakan huruf-huruf capital (huruf besar) secara normal, misalnya hanya huruf pertama nama orang atau tempat. Jangan tulis “semua capital”. Contoh: RIBUAN MAHASISWA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA DI DEPAN ISTANA NEGARA KEMARIN.
Sebaiknya ditulis:
Ribuan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara kemarin.

B. Kata Ganti

Ulangi kata kunci atau unsure penting dalam kalimat untuk membantu pendengar yang telat menaruh perhatian. Pastikan antecedent (kata yang menjadi rujukan kata ganti) atau kata gantiya jelas. Kalau ragu, ulangi nama itu. Contoh : Tersangka pelaku pencurtian- Fulan- ditangkap polisi. Remaja berusia 19 tahun itu, ditangkap di rumahnya tanpa melakukan perlawanan.

Jangan sekali-kali gunakan “yang belakangan”, “yang terakhir”, “yang terdahulu”, “hal  di atas”, atau “ tersebut ada awal” karena pendengar tidak bisa menoleh ke belakang.
Contoh : Harga-harga kebutuhan poko terus naik, terutama beras, terigu, minyak sayur, telor, dan daging. Yang disebut terakhir bahkan harganya meningkat tajam hingga seratus persen.
Sebaiknya ditulis :
Harga daging bahkan………

C.Penulisan Nama

  • Nama tidak boleh ditempatkan pada awal kalimat. Jangan memulai dengan nama karena terlalu mudah lepas dari pendengaran.
  • Sebutkan lebih dulu atribusi 9kata keterangan seperti jabatan atau dentitas lain) orang tersebut, baru namanya : Contohnya : seorang mahasiswa Unpad- Ahmad, berusia 23 tahun, mengalami……..”
  • Singkatan nama tengah (middle name) umumnya diabaikan, bahkan jika nama itu sudah dikenal, nama depanya (first name)diabaikan saja, dan hanya menyebutkan nama akhirnya (last name). Contoh : Presiden George W. bush,  cukup ditulis dengan Presiden Bush.
  • Tidak perlu memberikan nama lengkap dan gelar orang terkenal. Contohnya : Profesor Doktor M. Amien Rais, MA, cukup dituliskan : Amien Rais, Ginandjar (Ginandjar Kartasasmita); Yusril ( Yusril Ihza Mahendra).
  • Cara penulisan umur gaya suratkabar, seperti “Fernando Jose (30)” harus dihindari, tapi gunakan begini:  Fernando Jose, berusia 30 tahun.


D. Penulisan Gelar / Jabatan

Atribusi seperti jabatan, gelar, atau predikat selalu mendahului nama. Ingat, jangan memulai kalimat dengan nama karena terlalu mudah lepas dari pendengaran.
Contoh : Pengamat politik dari Universitas Indoensia-Arbi Sanit……, bukan ditulis, Arbi Sanit, pengamat politik dari Universitas Indonesi.
Comtoh lain : Sekretaris Umum M-U-I Dien Syamsuddin….., bukan Dien Syamsuddin, Sekretaris Umum M-U-I….

E. Penulisan Waktu

  • Gunakan kata-kata “kemarin”, “ hari ini”’ dan “Besok”’ BUKAN Senin, Selasa, dan Rabu. Misalnya, naskah dibaca hari Senin, peristiwanya berlangsung sehari sebelumnya (minggu), maka tulislah : ribuan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi kemarin (bukan hari Minggu).
  • Gunakan kata “jam” bukan “pukul”. Misalnya, tulislah jam delapan pagi….BUKAN : Pukul 08.00).
  • Kecuali dalam peristwa sangat penting menyebutkan unsur waktu (misalnya kematian dan gempa bumi), tuliskan unsure waktu (jam) dengan membulatkannya. Misalnya, aksi demontrasi dimulai jam sembilan pagi. Jamgam tulis : Pukul 09.10 WIB.


F. Penulisan Angka

  • Satu angka ditulis pengucapannya. Misalnya angka 2 ditulis “dua”.
  • Lebih dari satu angka, sebaiknya ditulis angkanya karena pembaca berita biasanya lebih menyukainya. Misalnya, 25 atau 345 sebaiknya jangan ditulis : duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima.
  • Gunakan angka untuk nomor10 sampai 999.
  • Untuk angka lebih dari 999, gunakan gabungan angka dan kata yang dihubungkan dengan tanda penghubung. Contohnya : 10-ribu, 13-juta.
  • Selalu eja setipa angka pecahan : tiga-per-empat, dua-per-tiga.
  • Hindari penggunaan daftar angka.
  • Tanggal dantahun dituis sebagaimana adanya, meskipun hanya satu angka. Misalnya, tanggal 2 Mei 2002.
  • Mata uang sebaiknya ditulis di belakang angka, tidak disngkat, dan tidak menggunakan lambing mata uang. Tulis rupiah  untuk Rp, dolar untuk $, dan seterusnya. Misalnya Rp. 600.000 ditulis 600-ribu rupiah, US$ 50.000 di tulis 500-ribu dolar Amerika Serikat.
  • Nomor telepon atau angka banyak semisal nomor seri, gunakan angka dengan tanda penghubung, contoh: 7200-722, 0818-219-XXX.
  • Angka decimal, eja tanda decimal itu. Contoh : lima koma dua (bukan 5,2).
  • Jangan gunakan symbol seperti %, tulislah dengan persen.


G.Tanda Baca

Gunakan tanda baca sebagaimana mestinya seperti tanda Tanya (?), titi (.), Koma (,). Namun banyak penyiar menyukai tanda garis miring satu (/) untuk koma dan garis miring dua (//) untuk titik, hal ini agar lebih jelas dan membantu pengaturan nafas.
Contoh :
Pakar pendidikan-Ahmad fulan-menilai/ sistm pendidikan Indonesiaharus diubah/ karena kurikulumnya terlalu membebani siswa// Fulan mengatakan hal itu hari ii/ dalam seminar pendidikan di UPI Bandung// Menurutnya/ kurikulum hendaknya berfokus pada ….//

Seliplan koma (,) atau garis miring (/) sebelum kata “dan” dalam susunan sebuah rangkaian.
Contoh : Para demonstran menuntut agar pemerintah menurunkan harga, dan menindak tegas para koruptor.

Bisa juga ditulis : Para demostran menuntut agar pemerintah menurunkan harga/ dan menindak tegas para koruptor//

Gunakan garis pemisah atau dash berupa dua tanda penghubung hypen (-) sebelum dan sesudah nama orang.
Contoh : Walikota Bandung-Dada Rosada-mengatakan….;Contoh Lain :  Seorang warga Cicadas Bandung-Ahmad-melakukan…..

GAYA MEDIA CETAK GAYA RADIO
Fulan (30 Thn) Fulan-berusia 30 tahun-
Rp. 20.000 20-ribu rupiah
$US 10.000 10-ribu dolar Amerika
Pukul 19.00 Jam tujuh malam
2/3 Dua per tiga
2,5 cm Dua koma lima centimeter
10% Sepuluh persen
Sabtu (13/3) Hari Sabtu tanggal 13 Maret.

H. Pola Halaman
Pola halaman berikut ini diadaptasi dari rekomendasi pola halaman naskah siaran dalam buku Hand book for Thirs World Journalist yang disunting Albert L. Hester dan Wai Lan J. To (diterjemahkan menjadi Pedoman unuk Wartawan, terbitan USIS Kedubes AS Jakarta, 1987).

  1. Sebaiknya gunakan kertas ukuran standar letter (21,5 X 27,5 cm).
  2. Ketik pada satu muka saja dari halaman itu, jangan bolak-balik.
  3. Pada sudut kiri atas tiap halaman, tuliskan: Nama Penulis Naskah, Satu atau dua kata tentang ini naskah, dan Tanggal.
  4. Sertakan ejaan fonetik setiap kali muncul kata yang sulit diucapkan dalam naskah. Cara pengucapan itu dibuat dalam tanda kurung setelah kata yang dimaksud. Contoh: Ameer Deedat (AMIR DIDAT); M-o-U (EM OW YU).
  5. Akhiri setiap halaman dengan paragraph. Jangan lanjutkan satu paragraph dari satu halaman ke halaman lain.
  6. Jangan lanjutkan satu kalimat dari satu halaman ke halaman berikutnya (JANGAN bersambung).
  7. Tanda akhir selalu dibubuhkan pada akhir naskah, misalnya triple star (***) atau garis miing tiga (///).
  8. Jangan lipat atau jepret naskah dalam bentuk apa pun.
  9. Takuk (Indent) setiap paragraf.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan naskah adalah sumber berita, salah satu cara memperoleh informasi dari sumber berita adalah dengan wawancara.

Wawancara Radio


A. Definisi Wawancara Radio

Wawancara dalam bahasa Inggris disebut Interview yaitu dari kata inter (antara) dan view (pandangan). Makna ini menunjukkan terjadi saling pandang/ kontak antara pewawancara dan yang diwawancarai. Meskipun demikian, saling pandang ini tidak selalu bermakna tatap muka, sebab wawancara telepon tidak memenuhi syarat itu. Wawancara adalah proses komunikasi manusia selaku makhluk soail. Siapa pun pasti pernah melakukan kegiatan wawancara, hanya saja dalam komunikasi radio, wawancara tidak sekedar percakapan spontan, tetapi merupakan bentuk komunikasi efektif, yang (1) dipersiapkan, (2) dilaksanakan, dan (3) hasilnya digunakan untuk kegiatan berkomunikasi juga.
Pengertian dasar wawancara dalam istilah jurnalistik adalah proses bertanya yang dilakukan oleh reporter untuk mendapatkan jawaban dari narasumber. Reporter mewakili khalayak pendengar atau pembaca media, sedangkan narasumber mewakili dirinya sebagai pihak yang berhak memberikan keterangan, termasuk didalamnya saksi kejadian, akademisi atau aparat birokrasi.
Wawancara merupakan bangunan utama dari keseluruhan kegiatan peliputan. Bahkan wawancara telah menjadi bentuk berita tersendiri, yang disebut News Interview.
Definisi yang paling sering digunakan untuk menjelaskan arti wawancara adalah suatu bentuk komunikasi tutur yang melibatkan dua pihak, satu pihak di antaranya dirancang sebagai penyampai sesuatu untuk tujuan yang serius.

B. Tujuan Wawancara

Sebuah wawancara pada dasarnya bertujuan untuk menggali fakta, alas an, dan opini atas sebuah peristiwa, baik yang sudah, sedang, maupun yang akan berlangsung. Dalam jurnalistik radio, setiap kegiatan wawancara memiliki tujuan khusus, sesuai dengan format program yang akan disiarkan.
Pakar komunikasi radio, dr. Myles Martel, membuat 8 peringkat tujuan wawancara, yaitu untuk :

  1. Memastikan kebenaran dan aktualitas fakta,
  2. Memperoleh pernyataan resmi langsung dari narasumbernya,
  3. Menggali titik pandang/ opini (point of view),
  4. Memformulasikan suatu masalah
  5. Memperoleh suara yang mewakili masyarakat,
  6. Menciptakan gaya berita bercerita,
  7. Meningkatkan citra pribadi reporter, dan
  8. Memperkuat kredibilitas radio di bidang informasi.

Tujuan lain wawancara adalah (1) untuk konfirmasi (penyeimbang), (2) melengkapi data-data yang kurang detil, (3) mendorong narasumber agar berbicara dan mengungkapkan fakta, dan (4) menyambung kesenjangan hubungan narasumber dengan media.
Kejelasan tujuan wawancara sangat penting agar persiapan strategi, dan penggunaan hasilnya dapat efesien dan efektif. Kegagalan wawancara sering kali disebabkan tidak jelasnya tujuan untuk apa sebuah wawancara dilakukan : apakah untuk mendapatkan kejelasan fakta, atau sekedar menggali opini dari narasumber.
Menurut instruktur radio, Theo Stokkink, secara teknis operasional, tujuan wawancara meliputi dua hal pokok, aytiu untuk menggali :

  1. Apa yang INGIN diketahui pendengar, dan
  2. Apa yang HARUS diketahuui pendengar.

Berhasil tidaknya suatu wawancara dapat diukur dari kepekaan mencapai dua tujuan pokok di atas. Kredibilitas reporter dipertaruhkan dalam wawancara di lapangan, demikian pula kredibilitas stasiun radio pada saat penyiarannya.

C. Persiapan  Wawancara

Dari keseluruhan pembahasan dan kegiatan wawancara, persiapan merupakan jantung penentu sukses. Melakukan persiapan yang baik, berarti telah menempuh hampir 75 % proses wawancara sendiri.

Persiapan wawancara ,meliputi aspek teknis (peralatan) dan non teknis (koordinasi).
1. Persiapan Teknis, terdiri dari :

  • Tape Recorder/ Cassette standard, dapat berbentuk mini tape atau yang ideal berup tape dengan mikrofon terpisah. Jangan merekam terlalu lama, jika hanya memerlukan bagian-bagian penting saja.
  • Alat tulis, seperti bolpoin, buku catatan, kertas untuk label kaset.
  • Sarana komunikasi dan transportasi. Tidak ada salahnya menyiapkan tips (tidak selalu harus uang) untuk narasumber, dalam konteks membangun keakraban.
  • Bersikap professional, seperti menunjukkan kartu tanda pengenal, dan selalu tepat waktu, perkirakan waktu tempuh lokasi studio dengan lokasi narasumber.

Pastikan semua alat dalam keadaan siap saat wawancara dimulai, dengan melakukan percobaan sebelumnya. Misalnya, dengan meminta narasumber menyebutkan nama dan jabatannya sambil direkam. Reporter dapat juga membuat kode yang disepakati bersama, misalnya untuk kapan wawancara dimulai dan kapan berhenti, agar proses perekaman berjalan tanpa pemborosan bateraidan pita kaset.

2. Persiapan Non Teknis, meliputi :

  • Mempunyai pengetahuan yang memadai atas topik yang akan diperbincangkan.
  • Memiliki pengetahuan yang memadai terhadap profil sumber yang akan diwawancarai.
  • Mengadakan perjanjian langsung dengan narasumber tentang lokasi, durasi, dan tujuan wawancara itu diadakan. Jika dilakukan di studio, maka transportasi untuk narasumber perlu disiapkan.

Penguasaan reporter atas dua aspek pertama merupakan persiapan dasar suksesnya wawancara, karena hal ini akan berkaitan dengan rumusan pertanyaan yang akan diajukan, bagaimana proses komunikasi, serta alat penunjang yang akan digunakan.

D. Tahap wawancara selanjutnya menurut instruktur radio Guild, Joycelyn Mayne, adalah

  1. Merencanakan daftar dan urutan pertanyaan, dari yang umum ke khusus, sebaliknya  dari khusus ke umum atau campuran.
  2. 2) membuat kata/kalimat pengantar sebelum wawancara dimulai untuk mencairkan suasana (ice breaking).
  3. Menempatkan posisi tubuh dan alat perekam sedemikian rupa sehingga menghasilkan rekaman yang baik, namun suasana yang tetap akrab harus tetap terjaga. Jarak normal antara mulut narasumber dan mikrofon antara 8 sampai 10 sentimeter.
  4. Mulailah bertanya dan menjadi pendengar yang baik. Jangan menjawab atau menyanggah. Apabila pertanyaan reporter juga akan disiarkan, maka persiapkan kalimat pertanyaan dengan  baik dan atur intonasi suara. Hal ini menyangkut kelancaran gerakan fisik saat wawancara, terutama jika menggunakan mikrofon tunggal.

E.Bentuk-bentuk Wawancara

Berdasarkan pola penyajiannya, wawancara dibagi dua, yaitu :

  1. Wawancara aktualitas, disebut juga Brand Interview/ ATI ( Audio tape Insert) berupa petikan wawancara pendek, sekitar 30 detik sampai 3 menit, untuk mendukung sebuah sajian berita aktual.
  2. Wawancara sebagai  program perbincangan atau lebih populer disebut talk show. Wawancara ini bersifat informatif sekaligus menghibur. Umumnya berdurasi sekitar 15 sampai 60 menit.

Dari segi isi, wawancara dibagi menjadi tiga :

  1. Wawancara informasi atau wawancara sebagai berita. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data faktual atas sebuah peristiwa. Bentuk ini dapat berupa hasil reportase langsung dari lapangan, atau wawancara melalui telepon dari studio.
  2. Wawancara opini, yaitu wawancara yang memusatkan perhatian pada gagasan, penilaian, dan kepercayaan narasumber atas persoalan.
  3. Wawancara tokoh,  yaitu wawancara dengan fokus pertanyaan pada aspek pribadi narasumber sebagai figure publik.

Dari segi teknis, wawancara dibagi pula menjadi :

  1. Wawancara berdasarkan perjanjian atau kesepakatan bersama.
  2. Wawancara konferensi pers. Reporter diundang panitia atau narasumber untuk menghadiri penjelasan sebuah acara atau kasus.
  3. Wawancara dilokasi peristiwa.
  4. Wawancara dari studio dengan menggunakan telepon dan sejenisnya.
  5. Wawancara siaran langsung. Reporter mengadakan wawancara yang disiarkan pada saat itu juga.
  6. Wawancara jalanan, yaitu wawancara spontan di berbagai lokasi untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap suatu isu.

Berdasarkan gaya wawancara, dapat pula dibuat kategori :

  1. Wawancara keras dan memaksa. Biasanya dilakukan oleh aparat yang sedang menyelediki kasus terhadap para tersangka.
  2. Wawancara emosional. Narasumber berada dalam situasi sensitive akibat musibah yang dialaminya, atau sebaliknya dalam keadaan marah. Wawancara jenis ini membuat kedua belah pihak harus saling berempati.
  3. Wawancara santai. Tanpa beban dan sponta, baik dari segi materi maupun kondisi narasumber. Selama wawancara berlangsung sart dengan humor. Sebagai bentuk informasi faktual dan aktual, bentuk wawancara spontan ini memiliki nilai jurnalistik tertinggi, karena nuansa alamiahnya.

Keterampilan Wawancara: Menghadapi Narasumber.

Sebelum wawancara dimulai, komunikasi dan kerja sama antara reporter dan narasumber harus terjalin dengan baik. Sebab dengan cara inilah reporter akan memperoleh informasi lebih banyak dan mendalam, baik saat wawancara perdana maupun di masa mendatang. Tidak semua narasumbber mudah didekati, dan tidak setiap saat reporter mampu menjaga komunikasi yang sudah terjalin dengan baik, sehingga diperlukan kelihaian menghadapi narasumber, yang memang terdiri dari berbagai karakter manusia. Langkah ini di dalam dunia jurnalistik disebut ice breaking atau making interviewee comfortable.
Menurut pakar radio, Errol Jonathan, ice breaking adalah langkah pencairan suasana beku antara reporter dan narasumber sebelum dan saat wawancara berlangsung. Hubungan yang belum akrab dan ketegangan narasumber oleh peristiwa yang dialaminya sering kali membuat wawancara tidak berjalan normal. Untuk mengatasinya diperlukan strategi komunikasi antarpribadi, antara lain dengan :

  1. Saling memperkenalkan diri menurut budaya setempat,
  2. Mencari lokasi wawancara yang mengundang suasana santai,
  3. Memulai perbincangan informal seputar masalah yang ringan, atau menawarkan suguhan kecil yang disukai narasumber, dan
  4. Melibatkan diri dalam situasi yang dialami narasumber, sambil berupaya memahami dan mencarikan solusinya.

Dalam situasi khusus atau darurat, seperti pejabat yang tidak memiliki waktu luang atau narasumber yang memang sulit atau pelit memberikan keterangan, tidak diperlukan ice breaking. Reporter dapat langsung menanyakan pokok persoalan, dengan dua resiko yaitu dijawab oleh narasumber, atau tidak sama sekali. Masalah bersedia atau tidak bersedia menjawab pertanyaan, sepenuhnya menjadi hal narasumber, yang harus dihormati oleh reporter.
Menurut instruktur radio, Ari R. Maricar, ada tujuh karakter narasumber yaitu :

  1. Narasumber emosional, menangis saat diwawancarai, atau tegang. Oleh karena itu, reporter harus membiarkan emosi itu berlalu, kemudian baru dimulai wawancara.
  2. Narasumber suka berseteru, selalu merasa diinterogasi. Menghadapi narasumber seperti ini reporter harus memberi penjelasan tentang maksud diadakannya wawancara tersebut.
  3. Narasumber segan dan malu. Reporter harus mencari penyebabnya dan segera diatasi, mungkin karena ia tidak terbiasa diwawancarai.
  4. Narasumber suka mengelak, selalu menghindari pertanyaan yang menyangkut kepentingannya. Oleh karena itu, reporter harus menciptakan humor, misalnya, “Masa dari tadi jawabannya Cuma itu-itu terus, Mas ?”
  5. Narasumber memalukan, suka berbicara jorok; bila demikian coba hentikan pembicaraan.
  6. Narasumber bingung, jawabannya ngawur, tidak fokus. Reporter harus memperjelas dan mengulangi pertanyaan, mungkin narasumber kurang jelas dengan pertanyaan yang diajukan.
  7. Narasumber pengobrol, berbicara tanpa titik dan koma, atau menjawab terlalu panjang dan bertele-tele. Oleh karena itu, ajukan soal yang hanya butuh jawaban pendek, atau potong saja pembicaraannya kalau jawabannya dinilai terlalu melebar.

Etika Wawancara Radio
Wawancara, baik di lapangan maupun di sebuah stasiun radio adalah kegiatan jurnalistik yang memiliki kaitan erat dengan situasi sosial dan hubungan antarpersonal. Oleh karena itu, ia harus diselimuti rambu etika, yang akan membangun kepercayaan dan bermanfaat bagi semua pihak terkait, selama dan sesudah proses wawancara. Kesadaran untuk menjalankan etika wawancara menjadi kewajiban mutlak setiap insan yang bekerja di media publik.

Etika wawancara radio dapat dirumuskan menjadi tiga hal:
1. Bersikap Independen
Independen artinya tidak berpihak dan bebas dari pengaruh luar dalam setiap pengambilan keputusan. Independensi ini penting sekali saat reporter menentukan topic, memilih narasumber, dan melakukan wawancara. Pengaruh kepentingan ekonom, politik, atau primordialisme tertentu dalam menentukan tema, selain akan mengurangi kualitas wawancara, juga merusak kredibilitas stasiun radio. Jika dalam menentukan topic sudah tidak independen, maka sikap ini akan terus terbawa saat menentukan narasumber dan melakukan wawancara.
Berbeda halnya jika program talk show atau wawancara lapangan itu menang menjalin hubungan dengan sponsor. Sehingga melalui pemberitahuan resmi, pendengar dengan sendirinya memahami dan memilih radio lain jika tidak menyukai acara tersebut.

2. Bersikap Jujur dan Objektif

Reporter dan stasiun radio harus menyampaikan secara terbuka tentang apa dan bagaimana proses wawancara sebuah paket siaran dilakukan. Pendengar berhak mengetahui apakah program ini disiarkan secara langsung atau tunda. Demikian pula apabila terdapat pemotongan dari materi aslinya. Pernyataan narasumber yang bersifat off the record wajib tidak disiarkan.
Stasiun radio dan reporternya wajib menyampaikan kelebihan dan kekurangan sebuah produk siaran wawancara, jika ada pihak yang mempertanyakannya. Misalnya tentang narasumber yang kurang seimbang.
Objektivitas juga berarti komitmen untuk :

  1. Menyampaikan fakta, bukan opini pribadi.
  2. Menempatkan diri setara dengan narasumber, dan
  3. Berada di posisi tengah dalam setiap polemik antar narasumber.

3. Bersikap Anti Amplop
Sikap menolak segala macam pemberian merupakan salah satu simbol independensi. Budaya amplop akan menimbulkan premanisme dalam aktivitas wawancara, misalnya, perlakukan berbeda antara narasumber pemberi amplop dan yang tidak, sehingga hanya yang berduit yang ditonjolkan. Amplop juga akan membuat dinamika wawancara hilang, karena sudah direkayasa sebelumnya, jika demikian reporter tidak ada bedanya dengan robot.

Kiat-kiat dalam pertanyaan wawancara :

  • Gunakan pertanyaan terbuka (apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana)
  • Gunakan kalimat tanya yang singkat dan tepat
  • Pada iterview topik kontroversial, gunakan metode menggiring. Simpan pertanyaan kunci untuk memberi kejutan. Anda terkadang harus menggunakan kalimat-kalimat pertanyaan tertutup untuk mengkonfirmasi yang anda ketahui
  • Pada interview pengalaman emosional, gunakan dua tahapan. Tahapan pertama, lontarkan pertanyaan sapujagad. Tahap berikutnya pertanyaan kunci. Perhatikan bahwa pertanyaan-pertanyaan bagaimana  dan terutama mengapa seringkali mengantar pada jawaban-jawaban yang emosional dan mendalam.

KESALAHAN DALAM WAWANCARA:
Hindari hal-hal berikut ini :

  • Lupa Pertanyaan
  • Pertanyaan tertutup (dengan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’)
  • Pertanyaan panjang
  • Pertanyaan ganda
  • Menjawab pertanyaan anda sendiri
  • Pernyataan sebelum pertanyaan
  • Komentar pada petanyaan
  • Kata-kata sensitif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud