KPID Jatim Indikasikan Adanya Praktik Makelar Frekwensi

suarasurabaya.net| Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mengindikasikan adanya praktik makelar frekwensi yang melanggar UU Penyiaran No.32/2002. Praktik ini terjadi karena pendaftaran pemohon kanal radio dan televisi sudah ditutup sejak 31 Desember 2007 lalu, namun masih banyak pemohon yang terlambat mendaftar.

Untuk mendapatkan kanal yang tersedia terbatas, disinyalir mereka yang terlambat mengajukan permohonan ini melakukan ‘potong kompas’ dengan mendekati lembaga-lembaga penyiaran yang sudah mendaftar dan melakukan deal-deal bisnis jika mereka mendapatkan kanal tersebut.

SUROCHIEM AS Ketua Bidang Kelembagaan dan Sosialisasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim pada suarasurabaya.net, Minggu (15/06) menjelaskan semenjak ditutup akhir tahun 2007 lalu, total ada 299 lembaga penyiaran terdiri atas 164 lembaga penyiaran swasta radio, 75 lembaga penyiaran komunitas radio, 35 lembaga penyiaran swasta televisi, 24 lembaga penyiaran publik radio, dan 1 lembaga penyiaran publik televisi.

Permohonan kanal radio dan televisi ini, kata SUROCHIEM, lebih banyak di daerah-daerah gemuk, semisal di wilayah I di televisi meliputi Surabaya, Gresik, Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan dan Bangkalan. Untuk kanal radio meliputi wilayah Surabaya, Jombang, Bojonegoro, Kediri, Madiun, Ponorogo, Banyuwangi, dan Malang.

Karena begitu besarnya animo masyarakat mendapatkan kanal radio dan televisi tersebut, banyak diantara mereka, kata SUROCHIEM, ketinggalan dalam pendaftaran. “Cukup banyak juga mereka yang menyatakan menyesal tidak dapat ikut berkompetisi mendapatkan kanal radio dan televisi yang tersisa,” katanya.

Karena alasan bisnis, mereka yang tertinggal itu, tegas SUROCHIEM, masih berusaha mendapatkannya dengan mendekati mereka yang sudah terdaftar namun belum mendapatkan kanal secara resmi.

“Selama siaran uji coba ada pemindatanganan ke pihak lain, ini jelas melanggar hukum pidana dan kita akan memprosesnya. KPID Jatim akan membentuk tim untuk mengawasi ini,” tegasnya.

Diakui SUROCHIEM, ada beberapa investor televisi dari Jakarta yang sangat agresif mencari kanal-kanal televisi yang kosong di Jawa Timur dengan cara seperti ini.

Bagaimana jika pemindahtanganan dilakukan setelah kanal resmi didapatkan lembaga penyiaran? SUROCHIEM berpendapat UU Penyiaran No.32/2002 harus digunakan sebagai lex specialis meskipun dalam UU Perseroan, pemindahan kepemilikan perusahaan bisa dilakukan.

“Pemindahan perusahaan tidak otomatis memindahkan frekwensi yang dikelola sebuah lembaga penyiaran. Frekwensi sebagai komoditi terbatas harus dikembalikan dulu ke negara untuk kemudian dilakukan proses pengajuan permohonan mengelola frekwensi dari awal lagi,” kata SUROCHIEM.

Namun menilik dari kasus TVOne yang terjadi di Jakarta, SUROCHIEM tak bisa berkomentar banyak. Menurutnya, seharusnya KPI Pusat lebih berani menegakkan UU Penyiaran No.32/2002 sebagai lex specialis.

Sumber:

http://studio42c.wordpress.com/2008/06/16/kpid-jatim-indikasikan-adanya-praktik-makelar-frekwensi/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud