Buka Perpustakaan Tak Perlu Standar

SEMARANG – Memang ada standar tertentu untuk perpustakaan. Namun lembaga yang merasa belum memenuhi standar tak perlu semata-mata berpatokan pada hal itu. ”Nanti perpustakaannya malah tidak jadi,” kata Kepala UPT Perpustakaan IKIP PGRI Asrofah.Dia mengemukakan hal itu saat jadi pembicara pada ”Pelatihan dan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah” di IKIP PGRI Semarang, Jalan Dr Cipto,l kemarin.

Di hadapan para puluhan peserta dari berbagai sekolah di Semarang, dia menyatakan ada berbagai pengadaan bahan pustaka. Misalnya, membeli, sumbangan, tukar-menukar, atau meminjam (untuk difotokopi).

Yang tak boleh dilupakan setelah memperoleh bahan pustaka adalah inventarisasi. ”Jangan hanya menstempel buku koleksi sebagai tanda pengenal. Namun setelah itu, daftar buku itu,” katanya.

Jika penyelenggaraan perpustakaan masih sederhana, kata dia, penginventarisan buku dapat disatukan dalam satu buku. Itulah buku induk perpustakaan.

Dua Faktor Perusak

Karena buku sering berpindah tangan, tak tertutup kemungkinan cepat rusak. Bagaimana mencegahnya? ”Ada dua faktor yang menyebabkan buku cepat rusak, yakni faktor manusia dan alami. ”

Untuk menghindari kerusakan karena faktor manusia, pustakawan harus memberikan penjelasan dan petunjuk pemakaian. Untuk mencegah kerusakan alami seperti kelembapan udara, air, api, jamur, dan serangga, pengelola harus menjaga agar perpustakaan berpenerangan dan ventilasi cukup. Bisa juga menyemprot buku dengan amoniak bercampur tynolheater.

Dia juga menjelaskan tentang perbaikan koleksi buku, pelayanan perpustakaan, sirkulasi, pengembalian buku, statistik pengunjung, tata tertib, dan sebagainya. Peserta tampak berminat membuka dan mengembangkan perpustakan di sekolah masing-masing. Namun mereka mengakui menghadapi keterbatasan koleksi dan informasi tata kelola perpustakaan.

Tri Wahyu Harimurti dari Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah mengemukakan koleksi buku apa yang seharusnya dimiliki perpustakaan sekolah. ”Koleksi buku fiksi boleh-boleh saja untuk SD kelas I atau II karena itu berguna sebagai penunjang.”

Namun, ujar dia, makin tinggi tingkat usia anak seyogianya koleksi buku fiksi kian dikurangi. Koleksi diperbanyak dan diganti dengan buku-buku nonfiksi. (H11-53)

Sumber: www.suaramerdeka.com

Tautan Sumber:

http://duniaperpustakaan.blogdetik.com/2009/11/17/buka-perpustakaan-tak-perlu-standar/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud