Menjaga Kelangsungan Radio Komunitas

Oleh Tanja E Bosch*
Keberlangsungan keuangan bagi radio komunitas adalah hal yang mungkin bisa terjadi. Tetapi ramuan yang paling penting dalam membicarakan keberlangsungan radio komunitas adalah proses awal berdirinya radio komunitas yang didukung sepenuhnya oleh komunitas. Proses inilah kunci atau pondasi paling hakiki bagi radio komunitas.
Keberlangsungan menempati posisi tertinggi dalam daftar permasalahan yang terjadi di banyak radio komunitas. Dengan berkurangnya dukungan finasial dari lembaga-lembaga donor, radio komunitas harus mulai berpikir berbagai cara untuk menjamin kelangsungannya.

Bush Radio, salah satu contoh sukses radio komunitas di Cape Town, Afrika Selatan. Mereka membuat berbagai kegiatan untuk meningkatkan pendapatan. Program-program yang mereka lakukan di antaranya Daycare Center, program radio anak, program-program untuk anak sekolah terkait tema AIDS dan kampanye anti narkoba, dan pendidikan alternatif bagi anak-anak muda. Semua kegiatan itu dibiayai oleh perusahaan lokal yang berada di daerah Bush Radio berada. Bush Radio juga terlibat dalam beberapa kegiatan, seperti program pendidikan pemungutan suara bagi pemula yang didanai oleh NIZA (institusi Belanda untuk Afrika Selatan) dan sekaligus mendorong minat mendaftar bagi pemilih pemula serta peningkatan toleransi politik.

Lain halnya Radio Kothmale di India. Mereka menggunakan lahan kosong yang dimiliki warga untuk membuka toko jual beli tanaman yang dijual pada komunitasnya. Beberapa radio komunitas di Afrika Selatan secara intensif memfokuskan pada tema-tema sosial. Mereka melakukan “eksplorasi” ide berdasarkan konsep sosial. Lembaga sosial, LSM dan pemerintah mempunyai dana atau anggaran untuk produksi media kampanye atau ikaln layanan masyarakat (ILM )dalam berbagai kegiatan atau even tertentu. Di Nepal, ketika digencarkan kampanye bahaya merokok, Kementrian Kesehatan Nepal mengeluarkan anggaran bagi radio-radio komunitas untuk membuat ILM-ILM singkat yang berisi anjuran meninggalkan kebiasaan buruk merokok. Radio Sagarmatha dan beberapa radio komunitas di Kathmandu India juga secara kreatif membuat ILM-ILM pendek bertemakan kampanye HIV yang dibiayai oleh departemen kesehatan.

Strategi lainnya yang selama ini berjalan dengan baik dilakukan oleh radio komunitas di Afrika Selatan adalah menjual airtime. Mereka menjual blocking time kepada lembaga-lembaga untuk berdiskusi atau menyampaikan informasi kepada komunitas. Seperti yang dilakukan oleh Institute for Democracy in Southern Africa (Idasa) yang mengadakan talkshow di radio komunitas setempat dengan tema demokrasi dan pemerintahan lokal. Hal itu mungkin saja bisa dilakukan di radio komunitas Anda. Namun yang perlu diingat adalah pengelola radio komunitas harus memastikan isi diskusi atau pembicaraan tidak mengandung atau menjurus pada konflik atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip radio komunitas Anda. Di Afrika Selatan pun banyak radio komunitas yang menjalin kerja sama yang saling menguntungkan bahkan terkadang tanpa harus diukur dengan uang. Bush Radio, misalnya, barter dengan koran lokal setempat untuk membacakan berita-berita mereka, sebagai imbalannya Bush Radio mendapatkan halaman khusus promosi program yang dimuat di koran tersebut.

Pembicaraan keberlangsungan, terlebih keuangan bagi radio komunitas, menjadi isu terpenting bahkan bagi radio komunitas yang telah mampu “bertahan” sekalipun. Radio komunitas yang sudah mampu mendanai semua biaya operasional tetapi tidak memiliki kualitas program yang bagus atau memiliki program yang bagus namun ditinggal pendengarnya, niscaya radio komunitas yang mengalami kondisi seperti itu pun tidak akan bertahan lama.

Langkah-langkah perbaikan dan pemantauan produksi program harus terus diperhatikan. Pendengar mana pun tidak akan menerima program siaran Anda yang tidak dikelola secara profesional. Tantangan bagi radio komunitas adalah profesionalitas program tanpa meninggalkan nilai-nilai akses, partisipasi, dan pemberdayaan warga atau komunitas. Untuk menuju ke sana, kuncinya adalah membuat program yang menyajikan sesuatu yang unik dan sangat lokal. Beberapa radio komunitas telah mencoba juga melakukan produksi yang diambil dari contoh program, baik radio internasional maupun nasional, namun mereka kemudian melakukan pengemasan kembali yang berbasis sangat lokal.

Selain program yang harus diperhatikan, penataan lainnya adalah survei pendengar. Servei pendengar memiliki hubungan yang kuat dengan pengembangan program. Banyak pegiat radio komunitas yang memandang survei pendengar membutuhkan banyak biaya. Pendengar adalah segalanya. Radio komunitas tidak akan bertahan jika pendengarnya tidak lagi memiliki perasaan memiliki. Radio komunitas memerlukan pemetaan komunitas dan membuat survei pendengar yang mengeluarkan biaya sedikit, temu fans club, misalnya. Tindakan itu dilakukan untuk memberi masukan bagi pegiat untuk membuat program yang tepat.

Hal terakhir untuk menjaga kelangsungan radio komunitas adalah terkait dengan relawan dan partisipasi komunitas. Di Afrika Selatan, relawan dilihat sebagai sosok yang tidak dibayar atau tidak memiliki skill dan setelah menerima pelatihan di radio komunitas, mereka “dibajak” oleh beberapa oranisasi atau stasiun radio komersial, di mana mereka bisa mendapatkan gaji. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lembaga Radio 2TEN di Australia menunjukkan bahwa keberhasilan pendanaan yang diperoleh radio tidak hanya disokong oleh faktor banyaknya komunitas, namun sosok-sosok relawan juga menjadi penentu. Umur dan keberimbangan jenis kelamin relawan menjadi faktor utama. Dalam penelitian itu menunjukan relawan perempuan yang lebih tua yang memiliki banyak waktu untuk kegiatan, cenderung lebih sukses. Kesuksesan itulah yang mendorong beberapa radio komunitas di Afrika Selatan mulai ‘menggaji’ relawannya, walaupun hanya terbatas pada pengganti biaya perjalanan.

Meskipun banyak tantangan terkait dengan keberlangsungan, keberadaan radio komunitas diibaratkan seperti tulisan hiasan sebagai bukti nyata dari media publik alternatif. Dengan semakin bertambahnya kepemilikan konglomerasi media massa, keberadaan radio komunitas menjadi sebuah entitas penting dalam masyarakat. Radio telah terbukti dan teruji lebih dari 50 tahun memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan dan partisipasi komunikasi warga. Radio adalah media yang sangat potensial sebagai media partisipasi, dan akar dari kebaradaan radio adalah komunitas yang menjamin proses komunikasi.

Keberlangsungan pendanaan bagi radio komunitas adalah sebuah hal yang mungkin bisa dilakukan. Namun, sekali lagi, yang paling hakiki atau mendasar dalam radio komunitas adalah keterlibatan komunitas radio komunitas itu sendiri. Jika kemudian kita melihat permasalah keberlangsungan tidak hanya pada sisi pemasukan pendanaan, pasti kita bisa juga melihat keterlibatan komunitas dan kepemilikan kolektif menjadi modal sekaligus garansi keberlangsungan, paling tidak untuk peralatannya. Pada akhirnya, sejarah menunjukan radio komunitas tidak dapat “menggantungkan hidup”-nya pada kucuran dana dari lembaga donor atau LSM. Radio komunitas harus percaya diri, kepemilikan dan investasi komunitas menjadi kekuatan radio komunitas yang pada akhirnya akan mendukung keberlangsungannya.

* Trainer UNESCO Community Radio Afrika Selatan dan dosen Pusat Studi Media dan Film, Universitas Cape Town, Afrika Selatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud