SMS: Jalan Keluar Kesenjangan Akses Infomasi

Kalimantan barat adalah propinsi dengan luas wilayah yang sangat besar, yaitu 146,807 km2. Dengan besaran wilayah seluas ini, bagaimana warga antar wilayah bisa saling berbagi informasi?  Mari menilik monografi singkat mengenai media di kawasan tersebut. Hanya ada sekitar 7 koran yang terbit di  Kalimantan Barat  dan 70%  beredar di wilayah ibukotanya yaitu Pontianak. Sementara masyarakat yang tinggal di desa-desa pedalaman tak bisa mengakses koran. Mereka hanya menerima informasi dari stasiun televisi swasta, TVRI, dengan menggunakan parabola. Ruai TV sebagai televisi lokal hanya bisa menjangkau wilayah Pontianak dan sekitarnya.

Mengatasi kesenjangan akses informasi dan komunikasi ini, sebenarnya masyarakat telah mengupayakan pendirian radio komunitas untuk menyuarakan kepentingan warganya. Salah satunya adalah  Insitut Dayakologi, yang dalam periode 2001-2006  telah mendirikan 12 stasiun radio komunitas di Kalimantan Barat, yaitu  enam radio komunitas untuk pemberdayaan masyarakat adat Dayak dan enam radio komunitas multi etnis. Selain itu ada pula Yayasan Panginguk Binua yang sekitar tahun 2003 mendirikan beberapa radio komunitas di Kabupaten Landak. Berdasarkan data dari Jaringan Radio Komunitas Kalimantan Barat, ada 41 radio komunitas yang terdaftar, dan yang dinyatakan masih aktif sebanyak 24 radio.  Dengan keterbatasan jangkauan siaran radio komunitas, maka media  ini lebih fokus untuk saluran informasi dan komunikasi antarwarga dalam satu kampung, atau beberapa radio ada yang bisa menjangkau 2-3 kecamatan. Lalu bagaimana untuk diseminasi isu warga ke jangkauan yang lebih luas dengan dampak yang lebih signifikan untuk perubahan kondisi komunitas ?

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga di daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau, warga biasanya tidak mengakses media cetak seperti koran. Selain itu tidak ada kios-kios yang menjual media seperti koran, majalah. Biasanya warga langsung langganan ke koran tertentu. Papan koran temple di kantor desa pun jarang ditemui. Televisi dan radio merupakan media yang dikonsumsi oleh masyarakat. Melalui parabola, warga bisa mengakses media swasta nasional dan TVRI, namun konten yang diterima adalah konten nasional. Sementara masyarakat membutuhkan konten lokal yaitu informasi seputar Kalimantan Barat. Kesenjangan akses informasi dan komunikasi di Kalimantan Barat ini juga sangat berdampak pada masyarakat di daerah pedalaman. Masyarakat adat dengan berbagai sub-etnik yang tinggal di pedalaman kerap menghadapi konflik terkait isu tanah dan hutan, terutama dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Konflik-konflik ini jarang terekspos ke luar, karena biasanya media arus utama tidak memiliki cukup dana untuk menjangkau seluruh kawasan di Kalimantan Barat. Walhasil, berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat tidak menjadi isu publik luas yang seharusnya diselesaikan oleh pihak-pihak terkait.

Hampir seluruh media, baik cetak, televisi, radio melayani warga di daerah Pontianak dan sekitarnya. Konglomerasi media dengan pemilikan terpusat di Jakarta telah melanda Kalimantan Barat. Hampir seluruh media yang ada milik “kerajaan media” di Jawa. Jika dikatakan bahwa media sangat signifikan dalam membentuk nilai-nilai hidup masyarakat maka terjadinya pemusatan konten dari Jawa telah berkontribusi dalam menentukan informasi apa yang penting dan tidak penting untuk dikonsumsi.Tidak heran jika masyarakat lebih “getol” membicarakan berita keluarnya Ariel Peterpan dari penjara daripada prihatin terhadap mereka  yang sedang berkonflik dengan perusahaan sawit.

Di bawah ini adalah gambaran media yang ada di Kalimantan Barat.

Media cetak

1. Tribune Pontianak untuk di daerah Pontianak (milik Jaringan Kompas)
2. Pontianak Post, khusus untuk daerah pesisir Pontianak
3. Kapuas Post, Jangkau daerah Landak, Kapuas Hulu (Milik Grup Jawa Pos)
4. Kundian Ribau, untuk daerah Pontianak (Koran berbahasa Tionghoa milik Grup Jawa POs)
5. Radar Pontianak, Pontianak, (Milik grup Jawa Pos)
6. Rakyat KalBar, Pontianak, (Milik grup Jawa Pos)
7. Borneo Tribune, Pontianak

Media Televisi
1 Pont TV (Grup Jawa Pos)
2 Khatulistiwa TV (Grup Kompas TV)
3 Kapuas Citra Televisi (Grup MNC TV)
4 Matahari TV
5 Ruai TV Pontianak (Milik lokal)
6 TVRI Kalbar (Pemerintah)
7 TVRI KalBar (Pemerintah Kalbar dengan Akses Parabola)
8 Sambas TV Sambas
8 Mujahidin TV Komunitas
9 STAIN TV, TV Komunitas
10 SMK TV, TV Komunitas Pendidikan

Untuk media televisi, meskipun warga di Kalbar bisa mengakses melalui parabola, namun mayoritas berisi konten nasional. Hanya Ruai TV yang mengelola hampir 80% konten lokal, selebihnya lebih banyak menyiarkan konten nasional dari televisi swasta di Jakarta.

Media Online yang paling sering diakses untuk memperoleh informasi adalah:
1. Kalbar Online
2. Antara Kalbar
3. Pontianak Post
4. Tribune (Paling banyak diakses karena updatenya bagus)

Sayangnya, akses internet di wilayah  Kalimantan barat  belum merata. Di daerah pedalaman hampir sulit untuk bisa memperoleh sinyal bagi akses internet. Kondisi ini sangat kontras dengan perkembangan internet yang terjadi di Pulau Jawa.  APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) mengungkapkan bahwa selama tahun 1998-2002 jumlah pengguna meningkat lebih dari 770%. Kemudian nyaris berlipat ganda dari 4,5 juta di tahun 2002 menjadi 16 juta pada tahun 2005, dan 31 juta orang pada tahun 2010 (APJII, 2010).  Menurut hasil penelitian Saling Silang tahun 2011, Indonesia memroduksi sekitar 15% dari seluruh tweet sedunia, sehingga menempatkannya di urutan ketiga pengguna twitter setelah Brazil dan Amerika. Pengguna facebook indonesia juga menempati urutan kedua sedunia dengan jumlah lebih dari 34 juta pengguna. Sementara untuk blog, sampai bulan januari 2011 terdapat  4,131,861 akun blog di Indonesia.(Sumber: Indonesia Social Media Landscape: A Snapshot of Indonesian User Behaviour” prepared by SalingSilang.com, Februari 2011).

Data-data ini menunjukkan bahwa daya serap masyarakat di Indonesia terhadap interaksi di jejaring sosial media sangat tinggi. Namun data angka yang luar biasa ini hanya terkonsentrasi di beberapa wilayah di Indonesia, terutama Pulau Jawa-Bali. Luar jawa masih sangat minim akses, kalau pun ada baru yang berada di daerah perkotaan. Artinya infrastruktur akses internet belum merata di seluruh Indonesia atau masih terjadi kesenjangan digital (digital divide). Dengan kata lain, konten yang beredar di dunia maya tentang Indonesia masih didominasi oleh isu-isu perkotaan dan kelas menengah. Kalimantan Barat merupakan daerah yang mengalami kesenjangan digital ini, sehingga media online  yang ada belum sepenuhnya  bisa memecahkan persoalan kesenjangan tersebut.

Data ini menunjukkan bahwa media yang ada di Kalimantan Barat  belum mampu menjangkau seluruh tingkat kecamatan, apalagi tingkat desa dan dusun.  Artinya aspirasi dan persoalan masyarakat di pelosok belum terakomodir oleh media, sehingga banyak warga Kalimantan Barat sendiri tidak tahu apa yang terjadi di wilayah tersebut.

Ruai SMS 

Pesatnya jumlah pengguna teknologi telepon seluler telah menjadi peluang  jalan keluar dalam mengatasi kesenjangan digital. Bahkan menurut Suresh Subramanian, Deputy Managing director TNS Indonesia, mengakses internet melalui ponsel sudah menjadi model dominan dalam akses online di Indonesia (VivaNews, 26/07/11). Studi Net Index 2011 juga menunjukkan bahwa telepon selular telah menjadi platform dominan untuk akses internet. Pengguna telepon seluler pun tak hanya di daerah perkotaan, tetapi juga ke wilayah pedesaan. Dengan dukungan teknologi ponsel inilah maka kini telah dimungkinkan produksi konten lokal dan berjejaring di dunia maya untuk wilayah yang minim akses internet. Short Message System (SMS) dalam teknologi ponsel memungkinkan warga tidak hanya berkomunikasi lebih cepat, tetapi menyuarakan kepentingan bersamanya pada pihak-pihak terkait.

Medium SMS ini pula yang diujicobakan oleh Ruai TV dalam mengatasi kesenjangan informasi dan komunikasi di Kalimantan Barat.  Pada tahun 2011 Ruai TV telah mendirikan Pusat Pelatihan Jurnalis Warga (RuaiCJTC) yang kemudian telah mengadakan pelatihan pada 150 warga di 9 lokasi yaitu Pontianak, Kubu Raya, Lanjak, Sungai Utik, Silat Hilir, Sanggar, Balai Berkuak, Semunying, dan Seruat. Ruai TV juga menerapkan konvergensi media dengan mengoptimalkan kombinasi medium HP untuk mengirim dan memperoleh berita via SMS (Ruai SMS), telepon (RuaiSwara), yang semuanya dihubungkan ke sebuah portal berbasis internet dan running teks di Ruai TV. Telepon seluler  kini hampir dimiliki oleh setiap orang di Kalimantan Barat sehingga cukup  efektif sebagai alur informasi dan komunikasi yang melibatkan partisipasi aktif dari komunitas.

Penerapan Ruai SMS ini berasal dari seorang jurnalis, Harry Surjadi, yang memperoleh fellowship dari Knight Foundation yang bekerjasama dengan Ruai TV.  Warga diberikan pelatihan jurnalistik yang akan diterapkan melalui teknologi SMS. Lalu di Ruai TV dipasang Frontline SMS, dimana editor akan menerima dan mengedit berita SMS dari para jurnalis warga (Biasanya disebut Citizen Journalist atau CJ). Berita SMS ini lalu akan disebarkan lagi oleh Ruai SMS ke para pelanggannya. Pelanggan tidak membayar biaya langganan, tetapi mereka dapat langsung mendaftar melalui nomor yang disediakan. Selain itu, ada kalanya RuaiSMS memilih beberapa kontak yang memang penting untuk disebarkan beberapa topik persoalan dari SMS yang dikirimkan oleh warga.

Di samping SMS, Ruai TV juga menerapkan Ruai Swara. Warga bisa langsung menelpon sebuah berita ke nomor yang telah ditentukan. Hal yang menarik, beberapa CJ ternyata lebih merasa nyaman dengan SMS daripada telepon langsung ke Ruai Swara. Selain biaya telpon lebih mahal, tetapi mengirimkan berita melalui suara secara langsung mempunyai peluang terjadi “kesalahan.” Seperti yang dikatakan oleh Madjid dari Desa Seruat II, “Saya lebih senang kirim berita dengan SMS karena kita bisa lihat lagi teksnya dan memperbaikinya. Kalau lewat suara, takutnya malah nanti salah dalam penyampaian berita.” Di beberapa tempat, seperti Seruat II dan Silat Hilir, jurnalis warga juga dipinjamkan kamera handycam untuk merekam peristiwa penting di masyarakat. Hasil rekaman audio visual ini lalu diedit dan ditayangkan di web dan Ruai TV. Ini sangat menarik, karena kita memperoleh rekaman gambar peristiwa yang detil dan sangat “dekat” dengan persoalan yang dialami warga. Bisa dilihat dalam tayangan di http://ruaitv.co.id/2012/06/19/aksi-warga-serawai-protes-sawit/, bagaimana warga Serawai memrotes perusahaan perkebunan sawit. Dalam tayangan ini bisa dilihat sikap  aparat yang seharusnya bersikap melindungi warga justru menjadi “centeng” perusahaan. Kondisi ini seringkali kita baca di surat kabar, tetapi ketika melihatnya dalam tayangan audio visual memiliki dampak yang berbeda.

Kini setelah teknologi  memberi peluang jalan keluar  bagi  hambatan akses informasi, maka tantangan selanjutnya adalah produksi konten. Koordinator Ruai CJTC, Alim, mengungkapkan bahwa prinsip utama dari konten adalah kejujuran, akurasi data, penggambaran fakta yang detil. Kode etik jurnalistik memang diterapkan cukup ketat dalam pelatihannya. Hal ini sangat penting karena kebanyakan konten yang diberitakan adalah konflik agraria. Sebuah berita yang cenderung “menuduh” bisa jadi bumerang bagi warga sendiri, seperti yang pernah terjadi pada kasus Prita yang telah dituntut oleh RS internasional terkemuka di Jakarta. Kebanyakan berita yang dikirimkan warga memang persoalan konflik tanah dengan perkebunan sawit, adanya kerusakan lingkungan akibat tambang emas. Warga dari berbagai daerah juga sering mengirimkan info harga karet. Adanya pengetahuan mengenai perbedaan harga karet di setiap daerah memperkuat daya tawar warga saat berhadapan dengan pengepul. Petani karet tidak mudah dibohongi oleh pengepul karena ada informasi harga dari daerah lain.

Inilah salah satu gambaran singkat  bagaimana Ruai TV menerapkan konvergensi media melalui SMS, telepon, yang kemudian dipadukan ke web dan televisi. Siasat menggunakan beberapa medium ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan akses informasi dan komunikasi di daerah Kalimantan Barat dengan infrastruktur telekomunikasi yang masih amat minim.  Minimal  konflik-konflik agraria yang sering terjadi pada masyarakat lebih cepat terkuak dan tersebar ke berbagai wilayah lain. Eskalasi isu masyarakat  yang lebih cepat akan memperkuat tekanan publik kepada pihak-pihak  yang bertanggung jawab seperti pemerintah, kepolisian, dan perusahaan. Bukan tidak mungkin medium ini bisa mengakselarasi gerakan masyarakat sipil untuk perubahan sosial.
(Ade Tanesia Pandjaitan, sedang melakukan penelitian media komunitas)

One thought on “SMS: Jalan Keluar Kesenjangan Akses Infomasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud