Teknologi Informasi Dekatkan Buruh Migran dengan Keluarga

Pengiriman uang (remittance) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cilacap selama kurun 3 tahun mencapai mencapai sebanyak Rp 578 milyar. Pada 2006 jumlah pengiriman sebanyak Rp 226 milyar, pada 2007 sebesar Rp 271 milyar, dan pada 2008 sebesar Rp 81 milyar.

Angka tersebut merupakan akumulasi pengiriman 27.884 orang TKI yang tersebar di sejumlah negara Asia, Eropa, dan Amerika. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakerstran) Kabupaten Cilacap selama periode Januari-September 2008, telah memfasilitasi keberangkatan 6.967 TKI asal Cilacap ke berbagai negara tujuan penempatan, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Singapura, Kuwait, dan Hongkong. Sedangkan pada 2006 dan 2007 masing-masing sebanyak 12.220 orang dan 8.697 orang, sehingga total jumlah penempatan TKI asal Cilacap di luar negeri yang terdaftar di kantor (Disnakertrans) Cilacap periode 2006-2008 mencapai 27.884 orang.

Dari jumlah tersebut hanya 6.263 orang yang pernah dilatih pada Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN). Angka tersebut menunjukkan minimnya terobosan yang dilakukan Disnakertran Cilacap. Padahal para TKI sangat rentan masalah kekerasan, pelecehan seksual, perlindungan diri, dan pembelaan. Tahun 2008 bisa dikatakan tahun buram bagi para buruh migran, Kasus Radisem (28) membuktikan Pemkab Cilacap hanya ingin menikmati pundi-pundi uang saja, tapi saat mereka menderita Pemkab segera menutup mata.

Mengutip Wisnu (2008) Pemkab Cilacap tidak memiliki aturan dan mekanisme yang jelas untuk melindungi warga dari tindakan kekerasan, apalagi menjerat pelakunya ke meja hijau. Parahnya, Pemkab memilih cuek dan justru menyalahkan korbannya, misalnya TKW kita pendidikannya yang rendah, tidak becus dalam bekerja, dan lain-lain. Itu ada benarnya. Ttapi bukan faktor penyebab, melainkan dampak. Maksudnya, karena pemerintah tidak mampu menyelenggarakan pendidikan yang terjangkau bagi warga miskin.

Semestinya lembaga lain yang bergerak di sektor buruh migran, seperti Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), dan kantor imigrasi. Namun, lembaga-lembaga tersebut belum memiliki layanan informasi yang bisa diakses oleh para buruh migran dan calon buruh migran. Akibatnya, mereka tidak memiliki bekal kemampuan akses dan saling bertukar informasi. Kondisi ini menempatkan buruh migran, calon buruh migran dan keluarganya pada posisi yang tidak menguntungkan. Alih-alih memiliki kemampuan mempengaruhi kebijakan, tapi justru menjadi korban kebijakan yang terkait dengan buruh migran.

Situasi di atas mendasari inisiatif Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Cilacap untuk melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mengenalkan teknologi informasi sebagai alat komunikasi dan bertukar informasi. Sasaran kegiatan ini adalah buruh migran, calon buruh migran, keluarga buruh mirgan, dan para pemangku kepentingan dari pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat. Mereka dilatih mempergunakan teknologi informasi, mengemas informasi, menyusun lembar fakta, dan membangun saluran informasi buruh migran secara bersama-sama.

IT Center dirancang sebagai titik akses (access point) bagi warga yang memiliki kepentingan dengan buruh migran. Apabila informasi tentang seluk beluk buruh migran dapat diakses oleh publik maka profesi sebagai buruh migran menjadi wilayah yang bisa dipantau oleh siapapun. Kita lihat tanggal mainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud