Dari Kami

Keberadaan radio komunitas di Indonesia telah dirasakan manfaatnya bagi komunitas lokal. Sebagai media informasi dari, untuk, dan oleh komunitas, radio komunitas telah memainkan peranan pentingnya, terutama di saat komunitas menghadapi persoalan bersama. Sayangnya, tidak semua radio komunitas bisa mempertahankan keberlangsungannya, dalam hal ini membiayai dirinya sendiri. Seperti kita tahu bahwa UU penyiaran tidak mengizinkan radio komunitas menerima iklan komersial. Hal ini tentu membuat radio komunitas harus sangat kreatif dalam mencari-cari sumber dana. Kombinasi edisi 24 akan mengangkat tema utama mengenai pengalaman radio komunitas dalam mencari sumber dana bagi keberlangsungan radionya.  Sebagai pengantar, Tanja E Bosch, Trainer UNESCO Community Radio Afrika Selatan dan dosen Pusat Studi Media dan Film, Universitas Cape Town, Afrika Selatan, mengungkapkan bahwa banyak cara bagi radio komunitas untuk mencari celah sumber dana. Bush Radio, sebuah radio komunitas di Cape Town, Afrika Selatan, telah membuat berbagai kegiatan untuk memperoleh pemasukan, diantaranya melakukan Daycare Center, membuat program radio anak, program untuk anak sekolah yang terkait tema kampanye HIV/AIDS dan anti narkoba, serta memberikan pendidikan alternatif bagi anak-anak muda. Seluruh kegiatan ini dibiayai oleh perusahaan lokal yang berada di daerah Radio Bush. Radio Komunitas Kothmale di India misalnya, menggunakan lahan kosong milik warga untuk toko jual beli tanaman, juga memroduksi ILM yang dipesan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil. Lalu bagaimana dengan di Indonesia ?

Basri Andang dari Makasar mengungkapkan bahwa beberapa radio komunitas di Sulawesi Selatan mampu menggalang dana dari pembuatan kartu pendengar, pendaftaran pendengar dengan registrasi SMS, membangun kerja sama dengan pihak pemerintah desa dan kabupaten untuk sosialisasi program mereka, sampai ada yang membangun kincir air agar bisa meminimalkan beban pembayaran listrik. Saiful Bakhtiar menulis tentang Panutan FM di  Tanjung Batu, Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur, yang berhasil memperkenalkan program kartu anggota ke warganya. Masih banyak lagi contoh kasus menarik yang mengungkapkan kreativitas radio komunitas dalam upaya menghidupi dirinya sendiri. Pada edisi kali ini, pembaca bisa belajar mengenai pengelolaan air bersih yang telah dilakukan Kampung Jetis Harjo di tepi Sungai Code, Jogjakarta. Kita juga belajar sosok Bambang Widayadi dari Brebes,  yang telah menggunakan limbah bawang merah yang terbuang karena tidak lolos masuk “sensor” untuk dijadikan bawang goreng.

Di tengah kesulitan hidup yang semakin membelit warga, kita bisa melihat bagaimana masyarakat berusaha bertahan dengan segala daya kreativitasnya. Mereka berkreasi dari limbah bawang merah, mereka mencoba menyiasati air bersih di tepi kali yang sangat kotor untuk dijadikan sumber air. Para pengelola radio komunitas pun tak kalah kreatifnya untuk tetap menjadi sumber informasi bagi warganya. Sering kali pemerintah menghimbau agar masyarakat mandiri. Mereka lupa bahwa rakyat ini telah belajar dari segala penderitaannya untuk tetap bertahan. Mereka terus bergelut dengan kehidupannya sambil menatap dingin ulah para wakil rakyat yang duduk di gedung DPR. Selamat menikmati Kombinasi edisi 24!

Tim Kerja KOMBINASI Edisi 24 April 2008
Pemimpin Redaksi: Ade Tanesia
Editor: Biduk Rokhmani
Tim Penulis: Ade Tanesia, Ambar Sari Dewi, Basri Andang, Biduk Rokhmani, Elanto Wijoyono, Saiful Bakhtiar, Tanja E Bosch, Yossy Suparyo
Layout: Roni Wibowo
Ilustrator: Danney Junerto

Buletin KOMBINASI diterbitkan oleh COMBINE Resource Institution
Alamat Redaksi: Jalan Ngadisuryan No. 26 Kraton, Yogyakarta 55133 Indonesia
Telp./faks.: +62-274-418 929
e-mail: [email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel, agenda kegiatan, dan foto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud