Apa Menjadi Penyelamat Lingkungan itu Gampang?

Oleh: Yossy Suparyo, Pustakawan CRI Yogyakarta

Judul : Menjadi Environmentalis itu Gampang: Sebuah Panduan bagi Pemula
Penulis : Dani Wahyu Munggoro dan Andy Armansyah
Edisi : 1, April 2008
Penerbit : Jakarta, Walhi
Ukuran : 19 x 20,5 cm; xiii+352 hlm.

Buku ini dipublikasikan saat kekeringan, kebanjiran, pencemaran, dan kebakaran hutan melanda bangsa Indonesia. Jutaan orang menjadi korban akibat bencana alam akibat ulah jahil manusia. Jutaan lainnya diam termangu, gelisah, khawatir, gemas, dan marah menyaksikan peristiwa bencana tak kunjung reda. Meski judulnya “Menjadi Environmentalis itu Gampang”, namun membaca bukunya ternyata tidaklah gampang. Entah karena terburu-buru atau keterbatasan dokumen, beberapa foto dibiarkan pecah tanpa manipulasi citra sehingga tidak nyaman dilihat. Beragam kata petikan juga ditempatkan sembarangan tanpa memerhatikan aspek tipografi dan komposisi warna. Selain itu, pembaca umum akan sulit menyerap isi buku karena beragam istilah serapan dan bahasa asing digunakan tanpa penjelasan lebih lanjut.

Setelah membaca buku ini, penulis menyimpulkan menjadi penyelamat lingkungan jelas tidak gampang. Kenapa demikian? Ada tiga poin penting yang mesti dijelaskan; pertama, keputusan menjadi penyelamat lingkungan berarti menempatkan diri kita menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari lingkungan atau sebaliknya. Meminjam bahasa Capra (1999), kita mesti melepaskan nalar antroposentrisme dan menyatu dengan semesta. Pada praktiknya, perbuatan itu bukanlah hal yang mudah dilaksanakan, sebab pengetahuan dan kesadaran massa acapkali menunjukkan wajah sebaliknya. Oleh karena itu, beragam upaya mengubah cara pandang dan kesadaran masyarakat tentang lingkungan, terutama masyarakat akademik dan manufaktur, harus dilakukan.

Kedua, upaya penyelamatan lingkungan terkait erat dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Selama ini, pemerintah memerankan standar ganda dalam bertindak. Di satu sisi, ada kebijakan penghijauan melalui taman kota, hutan lindung, dan penanaman kembali hutan. Di sisi lain, pemerintah juga menerbitkan izin HPH; sehingga pembalakan hutan, perusakan lingkungan, dan menyingkirkan hak ulayat, jadi masyarakat adat sulit mendapatkan tindakan hukum yang tegas. Pemerintah acapkali memerankan standar ganda dalam bertindak.

Ketiga, penyelamatan lingkungan membutuhkan aksi-aksi nyata yang dilakukan secara terus-menerus dan disiplin. Kita mesti terbiasa membuang sampah pada tempatnya, menghilangkan kebiasaan menggunakan bahan-bahan yang sulit diurai oleh tanah, dan lain-lain. Secara teoritis, hal itu tidak begitu sulit, namun pada praktiknya gaya hidup itu acapkali dikalahkan oleh beragam bujuk rayu yang ditanamkan oleh kekuatan pasar.

Dalam situasi di atas, buku ini menjadi bacaan wajib bagi siapa pun yang masih optimis, bersemangat, dan memiliki rasa cinta yang mendalam pada kelestarian lingkungan hidup. Beragam pokok bahasan yang terkait dengan lingkungan dijelaskan secara gamblang dalam buku ini. Halaman buku yang dihiasi foto-foto membantu pembaca lebih dekat dengan permasalahan yang dibahas.

Unduh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud