“Kentongan” Modern Itu Terus Bertalu

Oleh Idha Saraswati dan Irene Sarwindaningrum

Radio komunitas di lereng Merapi awalnya muncul menjawab kebutuhan warga yang perlu saling mengabarkan aktivitas terkini di gunung tersebut. Kini, meskipun Merapi tak bergejolak, para pegiat radio komunitas itu terus bekerja dan waspada.

Dari “kapal” induk Radio Komunitas Balerante di ketinggian Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang dingin, Selasa (18/11) siang, Paijo mengabarkan kondisi Merapi.

“Induk Balerante, cuaca berawan, Merapi terpantau samar-samar. Sempat terjadi hujan tapi sekarang gerimis kecil-kecil. Kondisi landai-landai, tidak ada aliran. Paijo roger,” katanya.

Paijo nama beken Eko Haryanto (17), salah seorang pegiat Radio Komunitas Balerante di udara. Kabar tentang kondisi Merapi yang ia sampaikan melalui pesawat handy talkie (HT) itu akan menyebar melalui frekuensi 149.070 megahertz dan diterima pegiat radio komunitas lain yang berada di seantero lereng Merapi mulai dari sisi timur hingga barat.

Menurut Agus Sarnyata (35), salah seorang pendiri, posisi pos induk Balerante yang berada di Dusun Gondang, Desa Balerante, Kemalang, Klaten, ini memungkinkan mereka memantau aliran lahar yang menuju arah selatan dan barat.

Pos induk Balerante sebenarnya hanyalah sebuah ruang berukuran 2 meter x 3 meter dengan peralatan seadanya: sebuah komputer pencatat aktivitas vulkanik dan tektonik, pesawat HT, sebuah kasur lusuh, termos air, dan obat nyamuk. Dari ruangan yang berada di lantai dua, tepat di atas kamar mandi milik keluarga Agus ini, Merapi memang terlihat jelas.

Kabar pantauan Merapi dari Balerante sedikit banyak akan ikut menentukan nasib ribuan nyawa penambang pasir di Kali Woro Klaten, Kali Gendol DIY, dan sekitarnya. Memasuki musim hujan, lanjut Agus, sebagian pegiat radio komunitas yang sempat tidak aktif kini kembali mengudara. Mereka merasa harus mewaspadai satu hal: banjir lahar dingin dari Gunung Merapi.

“Kabar dari sini juga akan sampai ke radio komunitas khusus penambang pasir di Kali Gendol. Kadang cuaca di bawah dan di atas Merapi berbeda. Kalau di atas hujan lebat, potensi banjir lahar sangat besar. Kabar semacam ini harus diketahui para penambang pasir,” kata Agus.

Ia menuturkan, pasca-aktivitas Merapi tahun 2006, radio komunitas terus bermunculan. Kini mereka tidak hanya berkutat pada kabar dari Merapi. Informasi mengenai gempa bumi di Gorontalo hingga angin ribut di UGM beberapa waktu yang lalu juga ramai dibicarakan dalam jaringan radio komunitas ini.

Selain radio komunitas yang bekerja lewat bunyi “kresek” HT, ada radio komunitas yang lebih mapan dan menyiarkan kabar dari studio. Radio Komunitas Lintas Merapi FM di Dusun Deles, Desa Sidorejo, Kemalang, Klaten, adalah salah satu contoh.

Sukiman, pengelola Radio Komunitas Lintas Merapi FM, mengatakan, radio yang berdiri pada tahun 2000 ini fokus memantau aktivitas Merapi terutama ketika sedang meningkat. Radio yang saat ini dikelola oleh 70 pegawai itu juga menyampaikan peringatan dini terkait bahaya banjir lahar bagi para penambang pasir di Kali Woro, Klaten. Di sela-sela informasi penting, mereka menyelipkan lagu-lagu untuk menghibur pendengar.

Begitulah, atas inisiatif warga, jaringan radio komunitas tumbuh subur di lereng Merapi. Mereka seakan membentuk sabuk yang melingkari Merapi mulai dari Klaten, Sleman, Magelang, hingga Boyolali. Mereka terus bertalu layaknya bunyi kentongan tanda bahaya pada masa lalu.

Sumber:

http://nasional.kompas.com/read/2008/11/20/22134148/kentongan.modern.itu.terus.bertalu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud