Kembangkan Ekonomi Rakyat, Kembangkan Sistem Informasi & Komunikasi

Oleh Ade Tanesia

Di daerah perkotaan, mereka dikejar-kejar oleh aparat. Di desa-desa, mereka kurang diperhatikan oleh pemerintah. Mereka adalah orang-orang yang hidup mandiri, bahkan membuka lapangan kerja bagi sesamanya. Dengan modal kecil, mereka mengembangkan dan memelihara usahanya dengan tekun. Usaha yang mereka lakukan sering kali disebut ekonomi rakyat atau sektor informal. Sebuah sebutan yang seakan sepele. Tapi ternyata sektor inilah yang telah menyerap jutaan rakyat Indonesia yang tidak bisa bekerja di sektor formal. Bahkan saat krisis melanda Indonesia pada tahun 1997, sektor informal bisa bertahan dan menjadi penampung bagi jutaan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Tetapi apakah mereka sudah mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah? Kenyataannya di tengah pergolakannya untuk tetap bertahan, ekonomi rakyat menghadapi beragam kesulitan, di antaranya masalah modal, akses pasar, kesulitan bahan baku, penguasaan teknologi, informasi, serta manajemen. Faktor-faktor inilah yang membuat ekonomi rakyat belum bisa berkembang pesat. Sejumlah artikel utama di edisi kali ini hendak memaparkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pengusaha kecil, khususnya dalam mengakses dan mengolah informasi yang bisa berguna bagi perkembangan usaha mereka.

Informasi yang Berpihak pada Usaha Kecil

Salah satu kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah soal akses informasi dan komunikasi. Informasi mengenai pinjaman modal dari perbankan misalnya, tidak mudah untuk diakses oleh usaha kecil dan menengah. Memang dewasa ini hanya sekitar 15 persen UKM yang memiliki akses ke perbankan. Di samping itu porsi kredit dari seluruh perbankan nasional untuk mereka pun baru sekitar 13%. Usaha kecil masih mengandalkan modal sendiri yang terbatas.

Penguasaan akses teknologi informasi dan komunikasi untuk perluasan akses pasar juga sangat minim bagi usaha kecil dan menengah. Untuk usaha menengah bidang kerajinan yang orientasinya ekspor memang sudah. cukup banyak yang menggunakan teknologi informasi seperti internet. Biasanya para perajin bertemu dengan calon pembelinya melalui ajang-ajang pameran. Jika sudah terjadi transaksi, maka komunikasi dilanjutkan melalui email yang dirasakan kedua belah pihak lebih murah dibanding fax dan telepon. Namun untuk mendapatkan pembeli yang sama sekali baru juga bukan hal mudah. Untuk bidang mebel misalnya, memang ada portal-portal website yang mempertemukan antara kebutuhan pembeli dengan pihak penyedia produk. Tetapi perajin harus membayar harga berlangganan yang cukup mahal untuk memperoleh informasi lebih detil mengenai calon pembelinya. Harga yang berkisar antara Rp 2-3 juta itu hanya bisa dibayar oleh perusahaan mebel yang sudah cukup mapan dengan moda! besar, sementara perajin tak mungkin bisa membayar layanan informasi tersebut.

Menurut Tata Taufik, Direktur PKPEK (Perkumpulan untuk Kajian dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan), untuk memperluas pasar para pengusaha kedl tidak cukup hanya menyediakan akses informasi dan komunikasi. PKPEK bekerja sama dengan Plan International pernah mempunyai program bernama “Smiling” yang menyediakan akses informasi dan komunikasi kepada para perajin yang menjadi binaan Plan International. PKPEK menyediakan sarana komputer dan internet bagi para perajin yang ingin mencari beragam informasi mengenai pembeli, pengembangan produk, bahan baku, dan lain-lain. Bagi perajin yang belum fasih menggunakan internet, disediakan petugas yang khusus mencarikan data yang dibutuhkan. Awalnya banyak perajin yang antusias dengan program ini, tetapi ternyata mereka merasa bahwa akses informasi itu tidak mempunyai manfaat secara langsung. Akhirnya lama kelamaan pusat informasi ini tidak diminati lagi oleh para perajin. “Ketika sudah bisa mengakses informasi, ternyata informasi tidak berpihak pada mereka. Artinya mereka bingung informasi itu harus diapakan. Awalnya kita menyediakan voucher bagi para pengrajin yang dibiayai oleh Plan. Selanjutnya diharapkan perajin mau membayar akses informasi tersebut, tapi ternyata untuk mereka tidak ada gunanya membeli informasi tanpa bisa mengolahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat secara langsung. Lain kalau kita bawa orang asing, mereka langsung berbondong-bondong datang karena ada harapan akan mendapatkan sesuatu,” ungkap Tata Taufik. Dalam program “Smiling” tersebut, PKPEK bahkan melangkah lebih jauh yaitu dengan  mencari langsung para pembeli dari internet dan menawarkan untuk mempertemukan mereka dengan perajin. Tetapi itu pun tidak sesederhana yang dibayangkan. Kalaupun sudah ada calon pembeli yang tertarik, maka mereka akan minta contoh produk. Pengusaha kecil sendiri biasanya tidak tahan jika harus melewati proses revisi produk sampai sesuai dengan kebutuhan calon pembeli. “Informasi sangat penting. Untuk hal yang mendasar saja, jika pemerintah dapat menyediakan data lengkap pengusaha kecil yang akurat akan sangat menguntungkan banyak pihak. Banyak lembaga donor yang ingin mengetahui jumlah dan profil perajin di Yogyakarta, tetapi data yang ada di kantor pemerintah sering kali tidak akurat. Misalnya ketika dicari di lapangan, jangankan nama usahanya, nama jalannya saja tidak bisa ditemukan,” lanjut TataTaufik.

Memang penyediaan informasi dan komunikasi untuk pengembangan ekonomi rakyat bukan sekedar meletakkan perangkat telekomunikasi, tetapi yang lebih penting adalah mengolah dan menggunakan informasi menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tentunya peran ini tidak bisa diserahkan begitu saja ke pelaku ekonomi rakyat. Banyak pihak yang  perlu memfasilitasi pendampingan di bidang pengolahan informasi dan beragam aspek yang bersinggungan dengannya. Sebagai contoh petani rumput laut di Bantaeng, Sulawesi Selatan, mereka sangat membutuhkan informasi mengenai harga riil dari rumput laut sehingga mereka bisa menentukan harga kepada para pedagang. Selama ini harga ditentukan secara satu pihak oleh pedagang atau tengkulak. Namun seandainya informasi harga riil itu sudah diketahui oleh para kelompok tani misalnya, maka seluruh kelompok juga harus mempunyai satu suara dalam menghadapi para pedagang. Jangan sampai ada kelompokyang menjatuhkan harga yang telah disepakati. Akhirnya informasi harus dikaitkan dengan aspek-aspek lainnya sehingga manfaatnya dirasakan secara nyata oleh para pelaku usaha kecil dan menengah.

Unduh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud