Pelatihan Pengelolaan Radio Komunitas di Berau, Kalimantan Timur

Oleh Saiful Bakhtiar

“The tree is an element of regeneration which in it self is a concept of time (pohon adalah sebuah elemen dari regenerasi dan dari pohonlah kita belajar konsep waktu)” – Joseph Beuys, seniman Jerman, era 1960.

Perjalanan dari Yogyakarta-Balikpapan kami tempuh kurang dari dua jam menggunakan pesawat. Dari Balikpapan, kami kemudian kembali menempuh perjalanan melalui udara selama satu jam. Sesampainya di Bandar Udara Kalimaru, Berau, kami dijemput rekan dari WWF (World Wildlife Fund) Indonesia di Berau. Kami beruntung, sesampainya di Tanjung Redep, cuaca cerah menyambut kami. Bersama dengan rekan dari WWF, kami beristirahat di sebuah hotel yang persis di depannya mengalir Sungai Segah.  Sementara kami berkemas, matahari sore menyinari Sungai Segah dan pantulan sinarnya membentuk pemandangan sore yang sungguh luar biasa.Di tepi Sungai Segah atau tepian, demikian orang Berau lebih familiar menyebutnya, deretan para pedagang nampak mulai menjajakan sajiannya, setiap sore. Berbagai makanan dan minuman pun siap dihidangkan. Semakin malam, semakin ramai. Dari tepian Sungai Segah, kita juga bisa melihat deretan kapal-kapal yang berlabuh. Dari sana juga terlihat Museum Sambaliung.

Hari berikutnya, kami bertemu dengan kurang lebih 20 peserta pelatihan pengelolaan radio komunitas di Cafe Kampus Singkuang, Tanjung Redep. Di luar bayangan kami, peserta kali itu didominasi “amunisi-amunisi muda” yang masih sangat haus akan pengetahuan tentang pengembangan dan pengelolaan radio komunitas. Pelatihan “Pengelolaan Radio Komunitas” itu sendiri digagas atas inisiatif dan kerja sama Joint Program Berau (WWF-TNC Berau).

Program itu dilandasi atas pemikiran peran penting radio komunitas, sebagai media yang memiliki kedekatan emosional yang tinggi dengan warga. Berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar Berau, diharapkan mampu dikurangi dengan peran dan kehadiran radio komunitas di tengah-tengah warga.

Bom pun tidak meledak lagi

Penggunaan bom untuk menangkap ikan sampai pelestarian penyu menjadi permasalahan yang terjadi di Berau, selama ini. Berbagai pendekatan dan kebijakan untuk mengurangi dampak kerusakan terus dilakukan. Pendekatan media komunitas, seperti radio komunitas, diharapkan mampu menjadi salah satu media kampanye yang efektif.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, berbagai materi pun didesain untuk pelatihan selama empat hari, dari visioning media radio komunitas sampai pada pengenalan awal produksi. Antusiasme peserta nampak dalam setiap sesi. Pengetahuan baru bagi mereka menjadi penyebabnya. Uniknya, pelatihan itu tidak hanya diikuti oleh pengurus dan calon pengurus radio komunitas, namun hadir pula beberapa perwakilan dari radio komersial.

Darwis, dari Kantor WWF Berau, mengatakan, keterlibatan radio komersial sebagai upaya agar ke depannya isu-isu pelestarian lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab radio-radio komunitas yang tersebar di Berau, namun kampanye dan penyadaran akan pelestarian lingkungan Berau menjadi tanggung jawab semua media termasuk radio komersial.

Hal tersebut juga diamini oleh Milka dari Radio Sangakala FM, salah satu radio komersial di Berau. Milka mengatakan, keberadaan pelatihan pengelolaan radio komunitas juga membuka mata bagi pengelola radio komersial di Berau akan tanggung jawab sosial dalam upaya pelestarian kawasan Berau. Lebih lanjut, gadis yang juga berprofesi sebagai perawat di RSUD Berau dan aktif sebagai pengelola Radio Sangkala FM, itu mengatakan, terlebih sejak 8 April 2004, Kabupaten Berau telah menetapkan program Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Berau dan tentu program itu harus didukung oleh semua pihak, termasuk media kepenyiaran, terutama radio.

Lain halnya dengan Yani dari Radio Komunitas Panutan FM yang berada di Tanjung Batu. Yani, yang sejak tahun 1993 telah mengelola radio komunitas di Tanjung Batu, mengungkapkan bahwa dengan adanya kegiatan yang baru kali pertama diikutinya itu membuka mata bagi pengelola radio komunitas untuk lebih aktif dalam penggalian isu-isu lokal, terutama lingkungan, melalui pendekatan analisis sosial yang diberikan. Kampanye “testiomonila korban bom” dirasakan efektif mengurangi cara penangkapan ikan menggunakan alat-alat yang berbahaya. Tidak hanya itu, pengenalan teknik produksi dan pengemasan program menjadi sebuah ilmu tambahan yang selama ini dipelajarinya secara otodidak.

Tanggapan yang muncul dari Dydi, sebagai calon pegiat radio komunitas di kawasan lingkar tambang, berbeda dengan peserta lainnya. Dydi menjelaskan, pengetahuan yang didapatkannya menjadi sebuah bekal, karena di wilayahnya akan ada dua radio komunitas yang diharapkan bisa segera mengudara dan dapat dinikmati oleh komunitasnya dalam tiga bulan ke depan.

Kegiatan pelatihan pengelolaan radio komunitas yang berlangsung selama empat hari itu dilanjutkan dengan pertemuan para pegiat dan calon pegiat radio komunitas. Pertemuan kali itu menggali kemungkinan dibentuknya wadah bersama radio komunitas di wilayah Kabupaten Berau.

Irwan dari Comviro mengharapkan, keterlibatan aktif dari berbagai pihak, terlebih radio-radio komunitas yang berada di wilayah Berau dalam upaya pembentukan jaringan radio komunitas. Lebih lanjut, pria yang aktif di Buletin Media Berau, itu mengungkapkan, keberadaan wadah bagi radio komunitas akan sangat berguna ke depannya bagi pegiat-pegiat radio komunitas, terlebih dalam pengurusan perizinan frekuensi. Dalam pertemuan itu juga disepakati, selama tiga bulan ke depan, para pegiat radio komunitas Berau akan melakukan pertemuan-pertemuan untuk memantapkan gagasan pembentukan jaringan.

Dari pelatihan itu terlihat antusiasme dan semangat yang tinggi untuk membangun dan mengembangkan radio komunitas sebagai bagian dari kampanye pelestarian lingkungan dan bentuk keterlibatan warga serta kesadaran warga untuk menjaga kelestarian alam Berau. Lebih lanjut, peran radio komunitas juga diharapkan mampu memberikan yang terbaik bagi alam Berau yang dikenal sebagai pusat keragaman hayati dan burung endemik yang unik, sekaligus menyukseskan upaya pengusulan kawasan hutan kapur Berau menjadi situs warisan dunia. Semoga…***

Unduh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud