Menyalurkan Perubahan Melalui Media Komunitas

Kegiatan Penyiaran di Radio Komunitas

Komunikasi, informasi dan media massa selain memunyai peran yang sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan pembangunan sistem politik demokrasi, juga berkaitan dengan upaya mencerdaskan bangsa. Di samping itu masyarakat telah semakin memahami dan menyadari hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar dan tepat waktu.

Media Komunitas sebagai media komunikasi massa mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial.

Kerja-kerja yang sangat mengagumkan di tingkat akar rumput selama ini tidak terdokumentasikan dengan baik. Hal ini disadari betul oleh Pekka sejak awal. Oleh karena itu, untuk mendukung pekerjaan ini, Pekka mengembangkan sistem pendukung dengan fokus pada pengembangan media komunitas dalam bentuk tulisan, video, foto dan radio komunitas.

PEKKA Menulis Sejarahnya

Dokumentasi dalam bentuk tulisan memang bersifat konvensional, namun untuk kelompok perempuan marjinal seperti Pekka, hal ini menjadi sangat luar biasa. PEKKA melatih kader potensial untuk menulis melalui proses pelatihan intensif. Pelatihan pertama telah menghasilkan sebuah buku yang berjudul “Sebuah Dunia tanpa Suami”. Proses penulisan dilakukan setelah peserta selesai mengikuti pelatihan. Buku tersebut berisi tulisan tentang kisah hidup dirinya maupun orang lain di sekitarnya yang dianggap dapat memberi inspirasi bagi orang lain.

Sedang pada pelatihan yang kedua kalinya diadakan khusus untuk anggota Pekka wilayah NAD. Berbeda dengan proses pelatihan yang pertama, kali ini peserta didampingi untuk menulis langsung selama pelatihan berlangsung. Pelatihan ini dimaksudkan agar mereka mampu menuangkan pengalamannya dalam bentuk tulisan tentang bagaimana mereka bangkit dari keterpurukan akibat bencana Tsunami dan konflik politik yang berkepanjangan. Buku hasil tulisan peserta pelatihan di NAD masih dalam proses penyuntingan.

Selain itu, PEKKA juga menyediakan sarana menulis bagi anggota kelompok Pekka dalam sebuah buletin yang terbit secara berkala. Buletin ini diberi nama Cermin. Anggota kelompok Pekka dapat menuliskan pengalaman, pengetahuan dan berbagai informasi melalui buletin yang dicetak oleh Seknas PEKKA. Buletin kemudian disebarluaskan ke seluruh kelompok menjadi bahan bacaan mereka.

Menyorot Kenyataan Kehidupan: Pengembangan Video Komunitas PEKKA

Istilah video komunitas mengandung pengertian ’berbasis komunitas’ (community based), menunjuk pada suatu kelompok masyarakat tertentu dalam batas ruang dan waktu tertentu pula. Tidak dinamakan video rakyat atau video masyarakat karena cakupannya lebih luas sedangkan video komunitas dibatasi oleh ruang dan waktu yang jelas. Video hanyalah alat (sama seperti alat-alat atau media lainnya) dalam keseluruhan proses-proses pendidikan dan pengorganisasian masyarakat untuk tujuan-tujuan perubahan sosial. Video itu sendiri hanyalah suatu hasil kerja bukanlah tujuan utama dan bukanlah hasil akhir yang terpenting. Video atau film profesional dan komersial akan selesai pekerjaannya ketika film/video tersebut selesai dibuat, lain halnya dengan video komunitas justru baru akan mulai berfungsi setelah video itu selesai dibuat/diproduksi.

Awal 2008 PEKKA mulai menggagas untuk mengembangkan media ini (video komunitas). Pengembangan media ini dimulai dengan pembentukan tim video yang terdiri dari minimal 3 orang. Anggota tim harus mempunyai kemauan kuat dan motivasi tinggi untuk belajar mengingat ini merupakan hal baru dan juga berkaitan dengan teknologi. Di Pekka, anggota tim umumnya terdiri dari perempuan muda yang memang bersemangat untuk hal ini. Selanjutnya tim dilatih oleh tim video seknas PEKKA selama 5 hari. Isi pelatihan mencakup pengembangan visi dan misi video komunitas, pengenalan kamera dan peralatan editing, membuat kerangka dan script sederhana untuk video. Selain berisi pengetahuan dan teori, bagian terbesar dari pelatihan adalah praktek langsung di lapangan baik dalam pengambilan gambar maupun editing. Diakhir pelatihan, setiap tim berpraktek untuk membuat sebuah film dokumenter pendek 3 – 5 menit tentang isue yang ingin diangkat. Setelah video selesai dibuat, kemudian ditayangkan dan ditonton bersama serta saling memberi masukan apa yang masih harus ditingkatkan.

Selesai pelatihan, tim video membuat studio mini di wilayah masing-masing dan mereka mulai memproduksi video dengan tema yang sesuai dengan konteks wilayahnya. Hal terberat dalam proses pembuatan video yang mereka rasakan adalah proses editing karena menyangkut kerja komputer. Oleh karena itu, dalam kegiatan produksi video perdana yang mereka lakukan, tim seknas PEKKA masih membantu mereka melalui kegiatan pendampingan di lapangan terutama kegiatan editing dari video yang mereka buat. Setelah video selesai diproduksi, sebuah forum masyarakat akan digelar untuk bersama menyaksikan video tersebut. Setelah menonton bersama, tim akan memfasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan isi video dan diharapkan terus didiskusikan hingga ada aksi yang akan dilakukan untuk perubahan ke arah yang lebih baik.

Diharapkan mereka akan menggunakan video yang mereka produksi sebagai alat untuk memulai proses-proses diskusi di tengah masyarakat yang sangat dikenalnya dan mereka sendiri adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Tim yang dilatih bukan ditujukan untuk menjadi pembuat film atau video profesional tetapi lebih sebagai ’pengguna yang sadar’ tentang apa dan untuk apa mereka menggunakan teknologi modern tersebut. Tim video komunitas bukan hanya akan menjadi tenaga teknis terampil pembuat video, tetapi juga sebagai fasilitator dan pengorganisir masyarakat yang terampil menggunakan video sebagai salah satu media dalam kerja-kerja pengorganisasian masyarakat.

Hingga Desember 2008, seknas PEKKA telah menyelenggarakan 2 kali pelatihan video komunitas (TOT) untuk 7 tim video komunitas yang terbentuk. Pelatihan pertama diadakan khusus untuk wilayah NAD yang dilaksanakan di sekretariat PEKKA NAD pada tanggal 25 – 30 April 2008. Peserta yang dilatih berasal dari 4 wilayah di NAD, terdiri dari Aceh Besar, Aceh Pidie, Bireuen dan Idi Rayeuk. Setiap wilayah diwakili oleh 4 orang peserta yang semuanya perempuan, terdiri dari 3 orang perwakilan dari kelompok Pekka dan 1 orang pendamping lapang. Pelatihan kedua diadakan di Jakarta pada tanggal 10 – 17 Agustus 2008, peserta yang dilatih berasal dari 4 wilayah yaitu NTT, Jabar dan NTB. Total peserta yang telah dilatih sebanyak 28 orang. Diharapkan 3 orang wakil anggota kelompok dari setiap wilayah bisa mentransfer ilmu yang didapat selama pelatihan kepada anggota lain yang tidak mengikuti TOT.

Hingga saat ini sudah ada 14 judul video dokumenter pendek yang merupakan hasil karya tim video komunitas yang telah dilatih. 7 judul video merupakan hasil akhir dari pelatihan tahap pertama dan 7 video lainnya merupakan hasil produksi tim video komunitas.

PEKKA Memotret Peristiwa

Foto juga merupakan media yang efektif dalam pemberdayaan. Selain untuk dokumentasi, kegiatan membuat foto juga merupakan sarana  yang terbukti membantu kelompok seperti Pekka menyebarluaskan pesannya serta membangkitkan kepercayaan diri mereka. Sebagaimana video, pada tahap awal Seknas PEKKA yang melakukan pengambilan dan pengumpulan foto-foto keadaan dan kegiatan masyarakat khususnya Pekka. Hasil foto-foto ini dipergunakan untuk pelatihan dan juga pameran tahunan di tingkat kampung.

Mulai tahun kedua, kegiatan fotografi dijadikan program khusus yaitu dengan mengembangkan kader foto atau fotografer lokal. Beberapa kader Pekka potensial dilatih untuk mempergunakan kamera saku yang mudah untuk mengabadikan berbagai obyek yang menurut mereka perlu dan penting untuk disebarluaskan. Setelah dilatih, mereka dibekali dengan kamera untuk kemudian membuat foto-foto keseharian mereka.

Cukup banyak foto-foto yang telah mereka buat. Foto-foto tersebut sebagian didokumentasikan di seknas dan dipergunakan untuk berbagai keperluan termasuk publikasi dan pameran. Sebagian foto tetap berada di lapangan untuk dipergunakan juga dalam berbagai kegiatan di tingkat wiilayah tersebut. Setiap tahun, ketika kelompok menggelar forum wilayah mereka mengadakan pula pameran foto. Ada beberapa kader foto yang mempergunakan keahliannya untuk juga menerima jasa pemotretan mengingat hampir tidak ada orang yang memiliki kamera di wilayah tersebut.

Kegiatan ini lebih sederhana dibandingkan video, namun menghadapi kendala yang sama dalam menjaga kesinambungannya. Terlepas dari itu semua, pengalaman Pekka menunjukkan mengembangkan kader foto atau fotografer lokal sangatlah efektif dalam proses pemberdayaan.

Corong Suara Kebenaran: Pengembangan Radio Komunitas PEKKA

Salah satu semangat dalam UU Penyiaran No 32 Tahun 2002, adalah desentralisasi penyiaran, dimana memberikan kesempatan pada masyarakat di daerah untuk mendirikan lembaga penyiaran yang sesuai dengan watak, adat, budaya, dan tatanan nilai/norma setempat. Undang-undang ini juga memberikan celah bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam bidang penyiaran. Pendek kata, masyarakat diberi ruang untuk tidak lagi menjadi obyek penyiaran, namun bisa berperan dalam mewarnai dunia penyiaran. Salah satu point penting bagi masyarakat adalah ketersediaan aturan mengenai media penyiaran bagi mereka.

Radio Komunitas merupakan salah satu jenis media komunikasi elektronik, yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat (Komunitas) sendiri. Radio Komunitas merupakan media pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Maka salah satu ciri dari radio komunitas sebagai lembaga penyiaran komunitas adalah keberadaan lembaga penyiaran ini dari, oleh dan untuk komunitasnya. Istilah lain adalah sebagai media partisipatif yang mensyaratkan keterlibatan komunitas didalamnya. Semakin banyak keterlibatan warga dalam lembaga penyiaran komunitas, akan mendorong adanya keberagaman isi siaran yang semakin baik.

Memasuki tahun ke 4, PEKKA mulai memikirkan dan membicarakan pengembangan radio di tingkat masyarakat, akan tetapi baru pada tahun ke 7, impian itu terwujud. Ada 2 stasiun radio Pekka yang dibangun dengan bantuan lembaga lain yaitu di Aceh dan NTB. Namun demikian, PEKKA juga kemudian mengembangkan program khusus yaitu “radio Pekka”.

Kegiatan pengembangan radio komunitas ini dimulai dengan memfasilitasi Pekka dan masyarakat untuk mendirikan lembaga atau organisasi penyiaran lokal yang nantinya akan berperan sebagai pengelola radio komunitas. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan radio komunitas sebagai sarana komunikasi bagi mereka. Proses ini dihadiri oleh perwakilan kelompok Pekka, unsur-unsur masyarakat lain diluar Pekka seperti Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa, tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda. Pelibatan mereka dimaksudkan agar radio yang didirikan nantinya mendapat dukungan penuh dari semua unsur masyarakat. Dari proses ini disepakati terbentuknya radio komunitas, nama radio, susunan kepengurusan yang terdiri dari Dewan Penyiaran Komunitas sebagai dewan penasihat dan Badan Pelaksana Penyiaran Komunitas sebagai penanggungjawab harian.

Dalam rangka menyiapkan para pengelola radio komunitas akan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam bidang yang menjadi tanggungjawabnya, maka Seknas Pekka menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (TOT – Training of Trainers) pengelolaan radio komunitas. Materi pelatihan menyangkut jurnalisme dan berpraktek memproduksi audio dan teknis peralatan radio termasuk cara mengatasi bila ada masalah. Tim penyiaran dibekali dengan banyak materi agar radio betul-betul berfungsi sebagai sumber informasi untuk pemberdayaan. Tim teknis biasanya diminati oleh kelompok pemuda karena terkait dengan masalah teknologi. Namun demikian sebaiknya memotivasi perempuan khususnya kelompok seperti Pekka untuk juga menekuni hal teknis dan keluar dari konstruksi gender yang selama ini diyakininya.

Setelah pelatihan, radio segera dipasang, segera mengudara dan kader-kader Pekka yang telah terlatih selama ini dapat menyampaikan semua ilmu yang dimilikinya, berbagi ke masyarakat luas melalui radio ini.

Radio komunitas selain menjadi pusat informasi dan edukasi bagi masyarakat luas, juga dapat menjadi sarana Pekka membangun keyakinan diri dan kekuatan kolektifnya. Selain itu jangkauan radio yang cukup luas akan membuat Pekka semakin dikenal dan lebih inklusif dalam pergaulansosialnya. Tantangan selanjutnya adalah bagimana membuat radio ini menjadi mandiri dan mendapat dukungan masyarakat secara berkesinambungan untuk kegiatannya.

Sampai saat ini ada 10 stasiun radio yang dikelola oleh ibu-ibu Pekka di 8 wilayah berbeda. 8 Stasiun radio digagas dan difasilitasi oleh Seknas Pekka dan 2 stasiun radio lainnya di NTB dan NAD difasilitasi oleh lembaga lain. Adapun nama-nama stasiun radio berikut alamatnya sebagai berikut:
1.    Suara Baru FM, Kec. Darul Makmur, Nagan Raya, NAD
2.    Khairatunnisa FM, Kec. Kuala Batee, Abdya, NAD
3.    Srikandi FM, Kec. Tangan-tangan, Abdya, NAD
4.    Barona FM, Kec. Labuhan Haji, Aceh Selatan, NAD
5.    Pekka Jaya FM, Kec. Tanjung Siang, Subang, Jabar
6.    Khatulistiwa FM, Pontianak, Kalbar
7.    Maiandea FM, Kec. Pasar Wajo, Buton, Sultra
8.    Suara Seroja FM, Kec. Petarukan, Pemalang, Jateng
9.    Pekka FM, Kec. Gerung, Lombok Barat, NTB
10.    Sukamakmur FM, Kec. Sukamakmur, Aceh Besar, NAD

Sumber: http://pekka.or.id pada 19 Mai 2010 pukul 12.25

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud