Kecemasan terhadap Televisi

Oleh: Zainuri

Rabu malam adalah hari dimana selalu kuusahakan untuk di depan tv, menunggu acara Topik Minggu ini-nya SCTV. Acara ini bukan satu-satunya acara menarik yang kerap kutunggu menjelang tengah malam. MetroTV dengan Today’s Dialogue atau TransTV dengan Lepas Malam-nya. Tiga channel ini selalu menjadi pilihan, tentunya dengan tetap memilih sesuai topik yang paling kuanggap menarik. Sialnya, jika sama-sama bagus, aku harus rela mengorbankan salah dua atau satu dari mereka (baru ini yang bisa kulakukan, TV ku belum punya fasilitas pip).

Hari ini Rabu (8/2/06), sudah kusiapkan tumpukan bantal untuk menopang punggung dan kepalaku. Today’s Dialogue hadir dengan topik penggusuran PKL. Ah, sepertinya bisa ku-skip. Bukan karena gak penting, tapi kayaknya bahasan & narasumber Topik Minggu Ini lebih menarik. Sejenak kulihat Lepas Malam. Indi Barends, yang cukup bisa menggantikan Farhan sebagai host, sayangnya tak didukung dengan topik yang cukup menarik (seingatku dua minggu terakhir topiknya gak segar).

Ya, akhirnya aku menetapkan untuk memilih memencet angka 6 di remote control-ku. Kontroversi tentang PP Penyiaran menjadi bahan menarik. Dan satu lagi, Rossiana Silalahi turun tangan sendiri menjadi moderator (setelah sekian lama vakum, mungkin karena sudah menjadi ’pimpinan’ Liputan 6 SCTV semenjak menggantikan Karni Ilyas yang hengkang ke AnTV).

Kulihat Effendi Gazali (pakar komunikasi publik dari UI mewakili akademisi) tengah menyampaikan ulasannya. Di sebelahnya Ahmad Ramli (Staf Ahli Menkominfo) kulihat mencatat di kertas di tangan kursi. Uni Lubis (ATVSI; TV7) terlihat beberapa kali menggeleng, dan sepertinya siap menyangkal uraian Gazali. Sementara seorang yang mengenakan batik (belakangan baru tahu kalo dia dari Komisi I DPR-RI) terlihat santai.

Aku tak akan menulis tentang isi perdebatan ini. Yang ingin kutuangkan adalah kecemasan yang selama ini telah menyesaki rongga dadaku, dan kian hari kian mencemaskan. Yaitu banyaknya tayangan televisi yang tak lagi bersahabat.

Kenapa aku menarik topik acara ini dengan kecemasanku?

Ini dia. Dari 13 siaran yang bisa kutangkap dari TV ku, hari ke hari makin menyajikan tayangan yang mencemaskanku. Kecemasan ini lebih banyak pada ketakutan beberapa acara televisi tersebut mempengaruhiku. Kecemasan yang kemudian bertambah jika memikirkan generasi ke depan, ponaanku, lebih-lebih anakku nanti.

Kecemasan ini tak datang serta merta. Dua tahun lalu, aku dicemaskan oleh tayangan hantu-hantuan. Setan dan penampakannya menjadi komoditas. Lebih-lebih ketika tayangan ini berganti dengan acara azab bagi pelaku dosa. Protesku melahirkan tanya, kenapa yang diangkat hanya persoalan azab Tuhan? Kenapa tidak juga dengan rahman & rahim-Nya? Kehadiran sinetron Kiamat Sudah Dekat tak cukup mengimbangi ini.

Beragam acara kriminal, perkosaan, pencurian, hingga bunuh diri, dengan penayangan yang vulgar dan beberapa tanpa etika menjadi kecamasan aku berikutnya. Jejelan acara kriminal ini, yang kerap diikuti dengan rekonstruksi ala tv dengan diperankan model, membuatku takut. Sejujurnya aku takut ini akan mempengaruhiku, sebagaimana image rokok semasa aku beranjak dewasa dulu menyebabkan aku sekarang mencandu nikotin ini.

Belum lagi sinetron yang dipenuhi oleh mimpi tentang keluarga kaya yang broken home, jahat, anak yang disiksa, ibu tiri. Huh, makin kacau acara tv sekarang.

Berikutnya, acara mesum dengan kedok reportase, potret memotret, dan film tanpa plot serius selain menonjolkan erotisme di dalamnya. Pencantuman kode BO (bimbingan orang tua), Dewasa, atau bahkan 17+ tak menguirangi kecemasanku. Bukan sok alim, tapi kuatirku bagi penonton yang belum waktunya.

Nah, kembali pada kaitan acara di SCTV di atas dengan kecamasanku. Gazali bertanya pada Uni, cemaskah dirinya terhadap beberapa tayangan yang sekarang banyak di tv? Uni Lubis menjawab bahwa dirinya memang cemas, apalagi jika dikaitkan dengan anaknya.

Bah! Seorang praktisi industri menyatakan itu, tapi tetap menyajikannya di ruang keluarga kita. Ingatanku berpaliang pada sebuah koran harian sekitar dua tahun lalu, dimana seorang pekerja pada sinetron yang menyatakan bahwa dirinya berpesan pada anak-anaknya untuk tidak menonton sinetron yang ditayangkan televisi, apalagi sinetron yang ikut dikerjakannya.

Mau kemana bangsa ini???

Sumber:

http://zainuri.multiply.com/journal/item/7/Kecemasan_terhadap_Televisi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud